Aktivis & Tokoh Perempuan Mimika Tolak Keputusan Pansel DPRK Jalur Otsus
Jumat, 29 November 2024 - 18:52 WIT Burhan - Papua60Detik
Papua60detik - Aktivis dan tokoh perempuan Mimika protes dan menolak keputusan Pansel DPRK jalur Otonomi Khusus (Otsus) Mimika khususnya tiga kuota kursi perempuan yang telah diumumkan Kamis, 28 November kemarin.
Pansel mengumumkan 27 nama. 9 nama akan duduk sebagai anggota dewan. 18 nama lainnya masuk daftar tunggu satu dan dua.
Ketua Solidaritas Perempuan Papua (SPP) Mimika Ros Kabes menilai, kuota perempuan tidak diisi oleh perwakilan yang selama ini aktif di kegiatan memperjuangkan hak-hak perempuan Papua.
"Yang lolos ini tidak pernah aktif di kegiatan perempuan segala macam, dia tidak pernah aktif," katanya pada konferensi pers, Jumat (29/11/2024).
Padahal saat sosialisasi, Pansel sendiri yang menekankan rekam jejak bekerja dan berjuang untuk kepentingan perempuan sebagai syarat bagi mereka yang ikut seleksi.
"Pansel sendiri yang sebut ambil yang selama ini bekerja untuk perempuan. Terus yang duduk ini siapa, kapan mereka bekerja dan berjuang untuk perempuan? Terus nanti dia duduk bikin apa, 5D? datang duduk diam dengar duit? Bukan masalah siapa yang duduk tapi ini kita bicara soal kepentingan perempuan".
"Jangan jangan ada permainan di balik ini kita tidak menuduh. Minta maaf. Tapi kalau kita mau lihat sebagaimana yang dijanjikan Pansel, rekam jejak apa dari tiga perwakilan perempuan yang lolos ini?" katanya.
Aktivis perempuan, Mariana Nakiaya mengungkap, Pansel bermasalah sejak dari awal. Katanya, saat seleksi berkas, Pansel mengumumkan hanya 43 yang lolos. Setelah unjuk rasa, Pansel mengubah keputusannya menjadi 61 yang lolos.
Bagi Mariana, hal itu menunjukkan Pansel tidak tegas dan tidak transparan. Pansel langsung mengeluarkan SK mereka yang lolos tanpa menyertakan nilai tes dari setiap peserta.
"Ini macam sembunyi-sembunyi. Di balik itu ada apa?" katanya.
Tokoh Perempuan Mimika, Agustina Yatanea mengaku percaya diri bakal lolos. Bagaimana tidak, setelah lolos berkas, ia dan peserta lain mengikuti tes tertulis dan wawancara. Topiknya wawasan kebangsaan dan Otsus. Dengan pengalaman 25 tahu jadi guru salah satunya mengajar mata pelajaran PPKN, dua tes itu tidaklah sulit baginya.
"Saya percaya diri, saya sudah lolos seleksi duduki kursi DPR. Ada apa di balik ini sehingga kami dapat kenyataan seperti begini. Yang saya tanya hasil tes dan wawancara saya di mana?" katanya.
Aktivis perempuan dan lingkungan, Adolfina Kuum menambahkan, soal rekam jejak telah diatur dalam syarat khusus, yaitu memiliki pengalaman dalam memperjuangkan aspirasi dan hak dasar OAP di Papua Tengah dan atau kabupaten sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir.
Melihat mereka yang mengisi kuota kursi perempuan, Adolfina berkesimpulan, Pansel tak mengindahkan syarat khusus rekam jejak dan pengalaman bekerja memperjuangkan hak-hak perempuan.
Belum lagi soal penempatan wilayah, Adolfina ditemaptkan di Hoya. Padahal ia mewakili pesisir timur, Agimuga dan Jita.
"Padahal ini soal kepentingan perempuan. Perlu orang yang memahami situasi perempuan di Papua di Mimika khusunya. Makanya rekam jejak ini penting dan jadi syarat. Mereka yang lolos ini tidak akan bikin apa-apa. Hanya ikut saja," katanya.
Pansel memang memberikan kesempatan menyanggah SK tersebut. Tapi bagi para aktivis perempuan ini, waktu sanggah terlalu sempit dan prosesnya pun berbelit karena harus ke PTUN.
"Kita akan unjuk rasa di Kantor Bupati Senin depan untuk meminta pertanggungjawaban Pansel dan meninjau ulang keputusannya," pungkasnya. (Burhan)