Dugaan Korupsi Dana PAUD Papua Selatan: Bunda AI Baru Diperiksa Sekali

- Papua60Detik

Kasi Humas Polres Merauke AKP Prih Sutejo didampingi Kanit Tipikor Polres Merauke Bripka Reinaldhy Oktavian di ruang Humas. Foto: Jamal/ Papua60detik
Kasi Humas Polres Merauke AKP Prih Sutejo didampingi Kanit Tipikor Polres Merauke Bripka Reinaldhy Oktavian di ruang Humas. Foto: Jamal/ Papua60detik

Papua60detik  - Pengusutan kasus dugaan korupsi dana hibah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tahun anggaran 2023 di Provinsi Papua Selatan terus bergulir.

Dana fantastis senilai Rp8,5 miliar yang dikucurkan melalui Dinas Pendidikan justru diduga kuat diselewengkan. 

Hasil penelusuran awal mengindikasikan potensi kerugian negara sebesar Rp4,6 miliar—angka yang mencengangkan dan menyakitkan di tengah kondisi pendidikan daerah yang masih tertinggal.

Lebih dari 40 saksi telah diperiksa oleh Satreskrim Polres Merauke, termasuk Bendahara berinisial YM dan Bunda PAUD berinisial AI, namun hingga kini belum satu pun ditetapkan sebagai tersangka. Masyarakat pun mulai mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini.

Kanit Tipikor Polres Merauke, Bripka Reinaldhy Oktavian, mengakui bahwa AI baru diperiksa satu kali. Ia menjelaskan bahwa pihaknya tengah menunggu hasil audit ril dari BPKP Provinsi Papua sebagai dasar penetapan tersangka.

“Perlu dibedakan antara potensi kerugian dan kerugian riil berdasarkan audit resmi. Penetapan tersangka baru bisa dilakukan setelah audit itu keluar,” ujar Reinaldhy saat konferensi pers di Humas Polres Merauke, Rabu (18/6/2025).

Diketahui, AI dilantik pada 5 Mei 2023 sebagai Bunda PAUD Papua Selatan dan langsung menunjuk AJ sebagai Ketua Pokja serta YM sebagai bendahara. Dalam hitungan bulan, struktur yang seharusnya menopang pendidikan justru berubah menjadi episentrum dugaan praktik korupsi berjemaah.

Pada Kamis, 12 Juni 2025, AI kembali mendatangi Polres Merauke didampingi sejumlah orang dekat. Namun proses hukum masih stagnan. Polres menyatakan tengah mengumpulkan bukti tambahan berupa dokumen-dokumen penting.

“Khusus AI baru kami periksa sekali. Kami masih mencari dokumen lain sebagai bukti. Perkembangan selanjutnya akan kami sampaikan,” tambah Kanit Tipikor.

Ironisnya, dana yang seharusnya menjadi tonggak pembinaan anak-anak Papua malah diduga jadi “ladang bancakan” oleh segelintir elite tak bertanggung jawab.

Jika aparat tak segera menindak, maka kecurigaan publik akan semakin dalam: ada yang dilindungi, ada yang ditutup-tutupi.

Saatnya penegak hukum membuktikan bahwa keadilan tidak bisa dibeli. Bahwa hukum tidak tunduk pada status sosial, jabatan, atau relasi kekuasaan. (Jamal)




Bagikan :