Kasus Ujaran Rasis, Orang Tua Siswa Unjuk Rasa di Sekolah Kalam Kudus Timika
Sejumlah orang tua wali murid berunjuk rasa terkait kasus rasisme di halaman sekolah Kalam Kudus di Nawaripi, Distrik Wania, Mimika, Senin (13/10/2025). Foto: Eka/ Papua60detik
Sejumlah orang tua wali murid berunjuk rasa terkait kasus rasisme di halaman sekolah Kalam Kudus di Nawaripi, Distrik Wania, Mimika, Senin (13/10/2025). Foto: Eka/ Papua60detik

Papua60detik - Sejumlah orang tua wali murid berunjuk rasa di halaman sekolah Kalam Kudus di Nawaripi, Distrik Wania, Mimika, Senin (13/10/2025). 

Mereka datang protes ujaran rasisme yang diduga dilakukan oleh siswa Kalam Kudus terhadap siswa yang merupakan Orang Asli Papua (OAP). 

Orang tua korban, Since Lokbere mengatakan, pada 10 Oktober anaknya, Brigita Lokbere yang masih duduk di bangku kelas VII itu mendapat ujaran rasisme dari teman sekelasnya. 

Ujaran 'monyet' dilontarkan ke Brigita bukan hanya sekali, tindakan rasis itu sebanyak tiga kali menimpa korban. 

"Tanggal 10, hari Jumat teman kelasnya bilang dia (Brigita) monyet, bukan hanya sekali tapi tiga kali. Saya sebagai orang tua kecewa dan sakit hati," ujar Since. 

Ia mengakui, kualitas pendidikan Kalam Kudus bagus, namun perlakuan rasial terhadap siswa OAP telah mencoreng muka sekolah tersebut.

Kata Since, rak hanya ujaran rasis, tindakan bullying atau perundungan juga kerap dilakukan oleh siswa lain terhadap anak-anak OAP. 

"Anak-anak Papua di sini seakan-akan dikucilkan. Bahkan di dalam kelas kadang pendatang main sendiri, Papua main sendiri, anak saya kalau mau cari teman harus keluar dari kelas, cari kelas lain," katanya. 

Since bilang, anaknya sempat absen berhari-hari karena trauma akan perlakuan temannya. Anaknya bahkan sudah minta pindah sekolah. 

Katanya, perlakuan rasis dan perundungan itu sudah disampaikan ke wali kelas, namun tak diindahkan 

"Anak saya bilang mau pindah karena tidak punya teman, saya sudah sampaikan ke wali kelas saat itu, mungkin wali kelas sibuk," ungkapnya. 

Since menuntut, agar pelaku ujaran rasis serta wali kelas dikeluarkan dari Sekolah dan dipulangkan ke daerah asalnya. 

"Anak saya kelas 7, ada empat anak yang korban, dua anak laki-laki, perempuan dua. Bukan anak saya saja, ada dari yang lain juga. Saya cuma ingin kejadian ini tidak terulang lagi, stop bully dan rasis dan jangan kucilkan kami," pungkasnya. 

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kaki Abu Deby Santoso yang mendampingi orang tua korban membenarkan ujaran rasisme kepada Brigita Lokbere tak hanya sekali dan juga dialami siswa lain.

"Setelah dikroscek,  ternyata ada lagi tambahan dari teman-teman korban mengalami hal yang sama," katanya. 

Ia menduga terjadi pembiaran oleh guru atau wali kelas sehingga perilaku tersebut berulang. 

Ketua Yayasan Kalam Kudus Pdt Nining Lebang meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Ia bilang, yang terjadi di lingkungan sekolah adalah tanggung jawab Yayasan Kalam Kudus.

"Kami punya grup kelas, kami akan membangun lagi komunikasi dengan orang tua," ucap Nining. 

Katanya, Kalam Kudus selama ini telah mendorong komunikasi dengan orang tua siswa. Saat penerimaan raport misalnya, orang tua tidak boleh diwakilkan agar setiap persoalan bisa langsung disampaikan. 

"Kasus ini tetap sekolah bertanggung jawab dan kami juga minta maaf, apapun yang terjadi itu tanggung jawab sekolah," ungkapnya. 

Terkait tuntutan orang tua untuk mengeluarkan wali kelas dan pelaku rasis, katanya masih akan dibicarakan antar para pihak. 

"Nanti kami sama-sama lihat seperti apa. Semua dalam proses, bahwa sekolah adalah tempat untuk komunikasi dan relasi, ini jadi evaluasi kami," ujar dia. 

Kepala Dinas Pendidikan Mimika Jenny Ohestina Usmani mengatakan, tugas seorang guru tak sekadar bikin anak jadi pintar, tetapi juga harus mendidik. Bukan hanya kognitif tetapi juga efektif dan psikomotor sikap dan keterampilan. 

"Setelah ini kami akan adakan rapat dengan yayasan dan guru-guru di sini melihat sebenarnya ada apa di sini. Apakah yang salah pola pendidikan, pendekatan pembelajaran atau karena gurunya tidak memenuhi syarat profesional sebagai guru. Ini akan kami evaluasi kembali," tegasnya. 

Informasi dari beberapa orang tua, kasus ini sudah berlangsung lama. Dinas Pendidikan perlu melakukan evaluasi menyeluruh agar hal serupa tak terjadi lagi.

"Untuk sanksi pasti, setelah kita tahu permasalahan, apakah ringan atau berat. Saya akan minta latar belakang guru-guru di sini, dan semua Yayasan lain," jelas Jenny. 

Ia mengingatkan, selama jam sekolah berlangsung, yang bertanggung jawab adalah guru. Jika ujaran rasisme terjadi di lingkungan sekolah, maka patut diduga guru tak menjalankan tugas.

"Jadi nanti kita lihat, karena kami cuma menegakkan aturan, ini sekolah swasta hak Yayasan. Cuma pemerintah punya tanggung jawab untuk menegakkan aturan yang harus dipatuhi sekolah," pungkasnya. (Eka)