Gen Z Vs Generasi Sebelumnya, Apa Pendapat Guru?

- Papua60Detik

Rofinus Moa, guru di SMP YPPK St Bernardus Timika. Foto: Martha/ Papua60detik
Rofinus Moa, guru di SMP YPPK St Bernardus Timika. Foto: Martha/ Papua60detik

Papua60detik - Generasi anak manusia datang silih berganti. Orang bikin penanda periodesasinya, ada baby boomer, gen X, milenial, gen Z, alpha dan yang baru lahir di 2025 ini geneasi beta.

Katanya, setiap generasi punya karakter berbeda. Bisa dipahami. Dunia berubah, situasi, masalah, ekspektasi, imajinasi dan kondisi materil yang dihidupi setiap generasi berbeda. 

Liputan ini berupaya memotret pergeseran atau perubahan karakter generasi itu di bangku sekolah dari perspektif guru. Dan tentu, bagaimana guru yang tugasnya mendidik generasi, beradaptasi dengan perubahan itu.

Adalah Rofinus Moa, akrab disapa Pak Rofin, seorang guru di SMP YPPK St Bernardus Timika. Di dunia pendidikan kurang lebih 29 tahun ia mengabdi. Sudah mengajar beberapa periode generasi.

Menurutnya, mengajar generasi berbeda punya tantangan tersendiri. Terutama gen Z yang lahir pada zaman teknologi yang serba canggih. Hal itu tentu mempengaruhi cara pandangnya, termasuk kegiatan sekolah.

Pengalaman Pak Rofin, gen Z adalah generasi tanpa beban, merasa nyaman dengan dunia digital dan media sosial. Dapat nilai jelek di sekolah tak soal. Bagi siswa gen Z, nilai di sekolah tak begitu penting. Ia mengistilahkan, mengajar gen Z seperti berhadapan dengan dunia lain.

"Awal mulanya memang luar biasa bingungnya. Mereka susah kerja tugas, berbuat seenaknya di kelas, mendapat nilai jelek tanpa ada beban. Misalnya dapat nilai, 30, 40, bagi mereka itu fine-fine saja, tidak ada masalah," ujar Pak Rofin kepada Papua60detik.

Singkat kisah, Pak Rofin pakai pendekatan lain. Ia terjun langsung dan berbaur dengan para siswa untuk mengenal lebih dalam. Kadang ia memanfaatkan media sosial untuk memahami karakteristik setiap anak, misalnya hobby dan latar belakang keluarga. 

Cara mengajar ia sesuaikan. Katanya, Gen Z lebih menyukai cara yang lebih modern. Misalnya, guru mencari referensi di YouTube dan meminta siswa menonton.

Pada metode ini, peran guru tak berkurang. Pak Rofin tetap memberi latihan kepada siswa memastikan bahwa mereka sudah mengerti konten yang ditontonnya. Ini jadi pembeda paling kentara, generasi sebelumnya hanya mengenal buku lalu latihan mengerjakan soal.

Gen Z saat ini menggunakan kurikulum merdeka. Menurutnya, kurikulum ini tepat buat mengenali diri dan mengembangkan potensi siswa. Siswa diberi keleluasaan mencari sendiri. Guru membantu mengarahkan.

Soal hukuman ke siswa, guru sekarang lebih mawas. Ada undang-undang perlindungan anak. Pada beberapa kasus misalnya, seorang guru memberikan hukuman, ada siswa lain yang merekam video, viral. Guru bisa masuk penjara. 

Kalau generasi sebelumnya, kasih hukuman ke siswa guru tak perlu khawatir karena bisanya orang tua paham. Guru menghukum buat mendidik. Pak Rofin sih berharap, negara memberi ruang seluas-luasnya bagi guru untuk mengatur peserta didik.

"Di situ sudah guru terbatas karena ketika kita mau memberi hukuman efek jera, kita tidak berani lakukan karena kita berpikir, hanya karena ingin membuat siswa berhasil lalu saya terjebak di balik jeruji, rugi saya. Maka kita guru hanya sebatas menyampaikan saja," ungkapnya.

Teknologi juga bikin pemicu tawuran antar siswa bergeser. Dulu misalnya, siswa bertemu di jalan, saling ejek, lalu tawuran. Sekarang, saling sindir dan ejek di media sosial, lalu bikin janji tawuran.

Bagi Pak Rofin, lahir di era teknologi membuat gen Z memang punya karakter berbeda dengan generasi sebelumnya. Sedari kecil mereka sudah akrab dengan gadget. Mereka sangat terbiasa dengan dunia maya.

"Akibatnya ketika mereka bertemu kita sebagai, guru, teman, keluarga, mereka seolah-olah tidak kenal, sebab dunia mereka itu lebih di dunia maya. Sehingga, apa yang kita sampaikan, kadang anak itu merasa lebih tahu. Jadi, informasi itu bagi mereka kayak mubazir," katanya. 

Bagi Pak Rofin, perkembangan teknologi seharusnya membuat generasi sekarang lebih cepat mengenali potensi dan minatnya. Generasi sekarang bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan jauh lebih cepat. Akses pada informasi yang tak terbatas harusnya dimanfaatkan buat mengasah kreatifitas. 

"Banyak potensi, masing-masing punya. Dan itu mereka bisa kembangkan dengan cara masing-masing karena sudah tersedia atau dibantu oleh dunia digital. Saya berharap juga semua pihak bisa mendukung mereka. Mental gen Z harus ditempa sebaik mungkin, supaya paham apa yang dibutuhkan bukan masuk ke dalam jurang," pesannya. (Martha)




Bagikan :