Solidaritas Pemuda Adat Papua Aksi Bisu Tolak PSN & Pendropan Militer
Sekelompok anak muda yang menamakan diri Solidaritas Pemuda Adat Papua aksi bisu di Pasar Karang, Nabire, Papua Tengah, Rabu (4/12/2025). Foto: Elia Douw/ Papua60detik
Sekelompok anak muda yang menamakan diri Solidaritas Pemuda Adat Papua aksi bisu di Pasar Karang, Nabire, Papua Tengah, Rabu (4/12/2025). Foto: Elia Douw/ Papua60detik

Papua60detik - Bertepatan dengan peringatan Hari Noken Sedunia, Rabu (4/12/2025), sekelompok anak muda yang menamakan diri Solidaritas Pemuda Adat Papua aksi bisu di Pasar Karang, Nabire, Papua Tengah.

Anak muda tersebut tampil menggunakan pakaian adat lengkap. Kaum perempuan mengenakan noken, tas rajutan tradisional Papua yang diakui UNESCO, sementara kaum laki-laki mengenakan koteka.

Penanggung jawab aksi, Ando Douw menjelaskan bahwa aksi bisu mereka sengaja dilakukan sebagai bentuk protes damai dan ungkapan kesulitan masyarakat adat dalam menyuarakan kekhawatiran mereka.

“Hari Noken bukan hanya tentang merayakan tas rajutan kami, tetapi tentang melindungi hutan sebagai sumber utama bahan baku Noken dan sumber kehidupan masyarakat adat Jika hutan dirusak oleh investasi dan proyek besar, maka noken sebagai simbol budaya juga akan ikut terancam,” ujar Ando Douw.

Ia menjelaskan, noken ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada 4 Desember 2012. Tujuan penetapan ini adalah untuk melindungi dan melestarikan kerajinan yang memiliki nilai budaya tinggi, mencerminkan perdamaian, identitas, dan harmoni.

“Bahan pembuatan noken ini semua dari hutan, kalau hutan habis maka bagaimana noken bisa lestari,” ucapnya.

Solidaritas Pemuda Adat Papua menyampaikan empat poin sikap yang berfokus pada isu lingkungan, pembangunan, militerisasi, dan hak penentuan nasib sendiri di Tanah Papua:

Pertama,  Tolak PSN (Proyek Strategis Nasional) di Merauke, Sorong, dan di seluruh tanah Papua. Kedua, hentikan seluruh Investasi yang dapat berdampak buruk pada Hutan yang menjadi penghidupan masyarakat adat. Ketiga, tolak pendropan militer di seluruh Tanah Papua. Keempat, berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua Barat sebagai solusi demokratis.

"Pelestarian budaya dan lingkungan adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan dari perjuangan hak-hak masyarakat adat," pungkasnya. 

Aksi yang berlangsung tertib dan damai di pusat keramaian ini diakhiri dengan seruan bersama, 'selamatkan tanah air dan bebaskan rakyat dari ancaman imperialisme, kolonialisme, militerisme'. (Elia Douw)