Tagar Indonesia Gelap, Gerakan Mahasiswa di Timika Tak Kelihatan?
Selasa, 11 Maret 2025 - 17:42 WIT Faris Rodolfo Nes - Papua60Detik

Papua60detik – Belakangan kelompok mahasiswa kembali bergerak. Mereka mengangkat tagar Indonesia Gelap. Mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah.
Gerakan itu sekaligus membuktikan Generasi Z (Gen Z) Indonesia tak seperti stereotipe yang kerap diatribusikan ke mereka, malas kaum rebahan dan atau semacamnya. Mahasiswa yang masuk kategori Gen Z ternyata mampu mengartikulasikan gagasan dan nalar kritisnya, berkonsolidasi mengkritik pemerintah. Kabarnya bakal ada aksi Indonesia Gelap Jilid II.
Tapi yang sedang digambarkan itu adalah mahasiswa di wilayah lain. Mahasiswa di Timika lain cerita. Papua60detik mewawancarai tiga orang aktivis mahasiswa untuk mencari tahu, apa yang terjadi, kenapa gerakan mahasiswa di Timika seperti tak kelihatan pada tagar Indonesia Gelap?
Ketua BEM Politeknik Amamapare, Ghazali Rahman mengakui mahasiswa Timika saat ini memang cenderung pasif. Mahasiswa menurutnya memang harus bersuara kritis pada isu-isu nasional.
"Gerakan mahasiswa di Timika memang ada, tetapi masih cenderung pasif. Salah satu faktornya adalah organisasi yang tidak mau ikut dalam kajian serta enggan menyuarakan aspirasi masyarakat kepada pemerintah," ujar Ghazali, Selasa (11/3/2025).
Ketua HMI Cabang Mimika, Prayoga Romin Syahputra bahkan menilai gerakan mahasiswa di Timika mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
"Mahasiswa adalah agen perubahan, sehingga penting bagi kita untuk mengaktualisasi diri. Namun, dalam beberapa tahun belakangan, pergerakan mahasiswa di Timika memang sedikit redup. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang ada di Mimika," jelasnya.
Ia membandingkan semangat mahasiswa zaman dulu dan sekarang dalam menyikapi isu yang berkembang. Menurutnya, mahasiswa di Timika saat ini semacam kehilangan identitas.
"Mereka cenderung menganggap bahwa isu-isu yang ada bukan bagian dari mereka. Ketika mendengar suatu isu, mereka merasa itu bukan masalah yang harus mereka perjuangkan," tambahnya.
Katanya, mahasiswa Timika tidak memiliki perasaan yang sama dalam melihat permasalahan bangsa. Aliansi BEM yang dulu pernah aktif, kini mengalami perbedaan pola gerakan dibandingkan sebelumnya.
Belum lagi dampak kebijakan kampus merdeka. Kebijakan ini membuat mahasiswa disibukkan tugas akademik dan perkuliahan. Diskusi kritis makin jarang. Pun lagi ngumpul di kedai kopi, bahasannya biasa tak relevan dengan pergerakan mahasiswa.
“Mayoritas mahasiswa di Timika kuliah sambil bekerja, sehingga mereka lebih fokus pada pekerjaan dan aspek ekonomi ketimbang pergerakan sosi. Ideologi dan gagasan kritis sering kali tenggelam dalam arus kapitalisme,” tambah Yoga.
Diagnosanya yang lain, sebagian mahasiswa di Timika apatis terhadap Politik.
“Banyak mahasiswa yang cenderung apolitis, menganggap kebijakan pemerintahan bukan bagian dari kepentingan mereka,” ungkapnya
Ketua GMKI Cabang Timika, Luis Fernando Afeanpah, juga memberikan pandangannya terkait kondisi mahasiswa di Mimika. Seperti dua rekannya, ia tak menampik fakta bahwa mahasiswa saat ini mengalami kemunduran dalam mengkritisi dan bergerak menyikapi isu-isu nasional.
"Mahasiswa di Timika belum mendapatkan ruang yang cukup untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah. Selain itu, ada tekanan dari pihak kampus yang membuat mereka enggan untuk terlalu vokal," tuturnya.
Ia menawarkan solusi, ruang-ruang diskusi mesti dibuka di kampus-kampus untuk membangkitkan kesadaran mahasiswa.
"Diskusi kritis harus dimulai dari lingkungan kampus. Mahasiswa perlu memiliki wadah untuk mengkaji dan mengevaluasi kebijakan, baik di lingkup kampus maupun pemerintahan," tambahnya.
Yang paling dekat menurutnya, gerakan mahasiswa dalam konteks Timika perlu mengawasi kebijakan atau program pemerintah, salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). (Faris)