Tokoh Amungme dan Lemasa Gandeng Kuasa Hukum Proteksi Tanah Adat

- Papua60Detik

Pengurus Lemasa, tokoh Amungme dan kuasa hukumnya. Foto: Eka/ Papua60detik
Pengurus Lemasa, tokoh Amungme dan kuasa hukumnya. Foto: Eka/ Papua60detik

Papua60detik -  Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) dan tokoh masyarakat Amungme menggandeng kuasa hukum untu memproteksi tanah mereka.

Amungme Nagawan, Menuel Jhon Magal mengaku prihatin dengan kondisi tanah adat yang saat ini tidak lagi dikuasai orang Amungme sendiri. 

"Sekarang ini tanah adat semakin sedikit, bahkan hampir habis. Kami sebagai lembaga adat berupaya supaya proteksi semua tanah adat. Bisa-bisa 20 tahun ke depan tanah adat akan habis," ujarnya kepada wartawan, Rabu (25/10/2023). 

Ia berharap Pemkab dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Lemasa bekerja sama, pertama-tama memetakan tanah adat suku Amungme dan Kamoro yang jadi pemilik hak ulayat di Kabupaten Mimika.

Pemetaan tak dimaksudkan mengganggu ataupun merebut tanah-tanah yang saat ini sudah ada pemilik sahnya. Tapi pemetaan tanah adat menurutnya penting untuk menata tanah-tanah tanpa pelepasan adat agar bisa diselesaikan secara musyawarah. 

Meski tidak ada bukti tertulis, tetapi menurutnya  Orang Amungme tahu tanah yang merupakan miliknya ataupun milik orang lain. Namun, seiring waktu karena kepemilikan tanah harus dikuatkan  sertifikat, banyak orang Amungme kehilangan tanahnya.

"Tanah-tanah yang ada saat ini bukan tanah kosong. Orang Amungme ada di atas tanah ini bukan karena negara dan PT Freeport ada. Orang Amungme ada sejak nenek moyang sehingga kami harus pertahankan tanah adat kami," tegasnya.

Tokoh masyarakat Amungme, Agus Anggaibak mengatakan, tanah di Papua merupakan tanah adat. Bagi orang Papua, tanah adalah "Mama" yang harus dilindungi dan dijaga. 

Agus menyebut, saat ini banyak oknum yang menjadi mafia tanah dan berusaha memiskinkan OAP sehingga OAP menjadi pendatang di atas tanahnya sendiri. 

"Saya sampaikan kepada seluruh instansi yang berkaitan dengan urusan tanah dan mengeluarkan sertifikat yang asal-asalan itu harus stop. 10 atau 20 tahun mendatang orang Amungme dan Kamoro akan menjadi pendatang di atas tanah leluhurnya sendiri," tegas dia. 

Agus sendiri mengaku sementara menghadapi permasalahan atas tanahnya di pasar SP2. Padahal pasar tersebut merupakan tempat mencari nafkahnya mama-mama Papua yang dibangun dengan dana APBN senilai Rp3 miliar lebih. Namun, saat ini ada oknum pendatang yang menggugat ke pengadilan, mengklaim sebagian tanah Pasar SP2 sebagai miliknya. 

"Harusnya oknum yang bersangkutan itu tidak hanya menggugat saya, tapi harus menggugat lembaga adat kami yang memberikan pelepasan. Gugat juga pemerintah kampung yang memberikan rekomendasi," ujar Agus.

Selain tanah pasar SP2, tanah milik Agus yang ada di SP5 juga digugat orang lain. Padahal tanah tersebut memiliki sertifikat asli dan diturunkan sebagai warisan. 

"Saya sudah ajukan bukti sertifikat lengkap atas tanah itu ke pengadilan, tapi malah pengadilan memenangkan pihak lain. Itulah makanya kami menduga penegak hukum dan BPN sengaja memiskinkan kami di atas tanah kami sendiri," tuding Agus. 

Dari pengalaman itu, Agus mengaku siap berjalan bersama LEMASA dan menggandeng kuasa hukum untuk menggenggam seluruh tanah adat di Mimika. 

Kuasa hukumnya, Aloysius Renwarin mengakui persoalan tanah di Mimika sangat berat. Menurutnya, orang Amungme dan Kamoro ibarat memikul beban sejak masuknya perusahaan tambang di tahun 1968. Hal itu terus berlanjut setelah investor-investor lain masuk.

Padahal katanya, dalam Undang-undang Pokok Agraria sudah jelas mengatur hak ulayat. Demikian juga sistem kepemilikan tanah di Papua adalah komunal atau milik bersama suku-suku yang ada. Karena itu, upaya pemetaan tanah adat sangatlah penting.

"Betul sekali bahwa bagi orang Papua, tanah itu adalah Mama sehingga harus dipertahankan," kata Aloysius. 

Aloysius dan rekan-rekannya siap berjalan bersama Lemasa sampai tanah adat Amungme diakui oleh negara.

"Kalau di Jayapura, siapapun yang mau beli tanah harus ada pelepasan oleh  lembaga adat supaya sah ketika mengurus sertifikat tanah. Saya sangat bersyukur dengan kesepakatan Kepala BPN Timika yang siap berjalan bersama Lemasa dalam memetakan tanah adat," pungkasnya. (Eka)




Bagikan :