Ini Alasan Kenapa Nakes Mimika Wajib Diredistribusi ke Pedalaman

- Papua60Detik

Kadinkes Mimika, Reynold Ubra menandatangani komitmen bebas malaria pada peringatan HMS di Distrik Wania, Senin (25/4/2022). Foto: Burhan/ Papua60detik
Kadinkes Mimika, Reynold Ubra menandatangani komitmen bebas malaria pada peringatan HMS di Distrik Wania, Senin (25/4/2022). Foto: Burhan/ Papua60detik

Papua60detik - Wacana redistribusi tenaga kesehatan (nakes) dari wilayah kota ke pedalaman pesisir dan pegunungan Mimika kembali menguat belakangan ini.

Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Reynold Ubra sampai meminta tak diintervensi siapapun pada rencana redistribusi ini. Alasannya, yang paham kebutuhan nakes per wilayah adalah Dinkes.

Wacana atau rencana ini sebenarnya dari dulu. Setiap Kadinkes mewacanakannya, tapi tak pernah benar-benar terealisasi.

Nakes menumpuk di faskes pemerintah di seputar Kota Timika adalah fakta. Jumlah nakes dengan profesi tertentu sudah melebihi standar. Pegawai lebih senang tugas di kota dibanding pedalaman.

Tapi jangan dikira pegawai yang berlebih berdampak positif pada perbaikan layanan kesehatan. Faktanya tidak begitu. Capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di wilayah kota, apalagi di pedalaman tak bagus-bagus amat. Tengok saja data cakupan imunisasi dasar lengkap.

Di Puskesmas Kwamki Narama misalnya. Di sana ada 36 orang bidan, ASN 14, non ASN sampai 22 orang. Dengan jumlah bidan yang sebegitu banyak, cakupan layanan persalinan di Puskesmas justru melorot.

"Cakupan bersalin di Puskesmas (Kwamki Narama) hanya 33 persen dari 136. Artinya, bidan yang banyak itu tidak memberikan pelayanan optimal kepada ibu-ibu hamil. Saya protes loh. Dan ini saya sudah pertanyakan tahun lalu sampai awal tahun ini. Sekarang ini mereka baru jalan dari rumah ke rumah," kata Reynold, Senin (25/4/2022).

Sementara sebaran nakes di pedalaman pegunungan dan pesisir masih jauh dari harapan. Padahal idealnya, kualitas layanan di kota dan pedalaman tak berbeda begitu jauh. Bagaimanapun, layanan kesehatan adalah urusan yang wajib disediakan pemerintah dan warga berhak menuntutnya.

"Aindua kosong, Umar Ararau kosong, Jera kosong, Pronggo kosong, Kipiya kosong. Nanti saya yang pergi antar sendiri ke kampung-kampung," kata Reynold.

Tidak meratanya nakes juga berdampak pada efisiensi penggunaan anggaran. Dalam beberapa kasus, kata Reynold, operasional gaji nakes di Puskesmas lebih tinggi dibanding program kesehatan. 

Data pendukung lain yang patut disimak adalah menurunnya rata-rata kunjungan warga ke Puskesmas. Dari 2019 ke 2021, kunjungan ke Puskesmas turun dari 286 ke 245 kunjungan.

"Hari ini banyak masyarakat yang bicara, kami datang ke Puskesmas jam 07.30 WIT, petugas datang jam 08.00 WIT. Kami datang untuk bersalin dan berobat, banyak petugas yang hanya main handphone. Saya pikir suara masyarakat ini harus kami dengar," katanya. (Burhan)




Bagikan :