Ketua DAD Mimika Tolak Pemekaran DOB Tanpa Partisipasi Masyarakat Adat

- Papua60Detik

Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Mimika, Vinsent Oniyoma. Foto: Vinsent for Papua60detik
Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Mimika, Vinsent Oniyoma. Foto: Vinsent for Papua60detik

Papua60detik – Ketua Dewan Adat Daerah (DAD) Mimika, Vinsent Oniyoma menolak rencana pemekaran tiga Daerah Otonom Baru (DOB) di Kabupaten Mimika jika prosesnya tidak melibatkan secara penuh masyarakat adat Amungme, Kamoro dan Sempan. 

Adapun tiga wilayah yang rencana dimekarkan, yakni Kabupaten Mimika Barat, Kabupaten Mimika Timur, dan Kota Madya Timika.

Ia menegaskan, pengabaian hak-hak masyarakat adat dalam proses ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.

“Pemekaran wilayah semestinya menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat, bukan sumber konflik baru,” tegas Oniyoma dalam rilis tertulisnya, Kamis (26/7/2025).

Menurutnya, kajian DOB yang dilakukan oleh Pemkab Mimika hingga saat ini bersifat top-down dan mengabaikan prinsip partisipasi masyarakat adat yang dijamin oleh Undang-Undang Otonomi Khusus.

Pada rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika pada tanggal 25 Juni 2025, Kepala Bappeda Mimika, Yohana Paliling, menyampaikan kajian DOB sebagai agenda strategis tahun 2025. Pemkab Mimika juga tengah mengkaji peluang perubahan status Timika menjadi Kota Madya. Kajian ini dilaksanakan bekerja sama dengan Universitas Papua (UNIPA) di Manokwari

Menurut Oniyoma, pendekatan teknokratis yang diterapkan Bappeda Mimika tidak menyertakan mekanisme konsultasi publik yang inklusif dan transparan.

“Sejarah Papua dipenuhi dengan konflik akibat pengambilan keputusan tanpa melibatkan pemilik hak ulayat. Kasus Freeport pada tahun 1967 menjadi preseden buruk yang tidak boleh terulang.  Kami menuntut penerapan prinsip free, prior, and informed consent (FPIC) dalam setiap tahapan proses pemekaran.” tuntutnya.

DAD Mimika mendesak Pemkab Mimika lim hal. Pertama, menyelenggarakan forum konsultasi publik yang inklusif:  Melibatkan tokoh adat, perempuan, dan pemuda dari suku Amungme, Kamoro, dan Sempan. Kedua,  menerapkan prinsip FPIC:  Menjamin partisipasi penuh dan persetujuan informasi yang memadai dari masyarakat adat dalam setiap tahapan kajian DOB.

Ketiga, menyusun kebijakan berbasis data sosial-budaya dan peta wilayah adat:  Memetakan secara akurat wilayah adat untuk menghindari konflik kepemilikan tanah. Keempat, melibatkan lembaga adat secara formal dalam tim kajian DOB:  Memberikan peran dan suara yang setara bagi perwakilan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan. Dan kelima, menyusun kerangka hukum lokal (Perda):  Menjamin perlindungan hak-hak masyarakat adat dalam proses pemekaran.

Oniyoma mengingatkan, pemekaran DOB tanpa partisipasi masyarakat adat akan mengarah pada delegitimasi kebijakan dan potensi konflik horizontal dan vertikal yang meluas.  Beliau menyerukan dialog yang konstruktif antara pemerintah daerah, masyarakat adat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai visi bersama yang berkelanjutan bagi Kabupaten Mimika.

"Stop main gas sampai lupa diri, nanti rem blong baru tau diri ka. Otsus itu bukan soal uang dan program saja, Otsus itu kebijakan khusus untuk memproteksi masyarakat adat Papua secara umum dan khusus masyarakat Adat suku Amungme masyarakat Adat Suku Kamoro dan Suku Sempan. (Burhan)




Bagikan :