Meki Nawipa Minta 10 Persen Setoran Freeport ke Negara Buat Urus Pendidikan
Gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki Frits Nawipa pada peluncuran RAPPP 2025-2029 oleh Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta pada Selasa (16/12/2025). Foto: Screenshot Kanal YouTube RAPPP
Gubernur Provinsi Papua Tengah, Meki Frits Nawipa pada peluncuran RAPPP 2025-2029 oleh Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta pada Selasa (16/12/2025). Foto: Screenshot Kanal YouTube RAPPP

Papua60detik - Peluncuran Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua (RAPPP) Tahun 2025-2029 oleh Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta pada Selasa (16/12/2025) menjadi panggung bagi Ketua Asosiasi Gubernur se-Tanah Papua, Meki Nawipa, yang juga menjabat Gubernur Papua Tengah.

Meki Nawipa menyoroti ketidakadilan pada alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus). Ia membandingkan perlakuan yang diterima Aceh dengan Papua.

“Hanya saya sayangkan hari ini Aceh itu dapat khusus dari pemerintah pusat, di mana dana Otsusnya ditambah 10 triliun, sementara kita di Tanah Papua, itu malah dikurangi. Jadi undang-undang itu dilemahkan dan peraturan pemerintahnya yang diangkat,” tegas Nawipa.

Mengingat wilayahnya, khususnya Papua Tengah, terdiri dari enam kabupaten di daerah pegunungan yang rawan konflik, ia menyatakan bahwa percepatan pembangunan tidak akan berjalan jika dukungan dana Otsus dipangkas.

“Kita ini hidup dengan perang Pak. Saya berharap di forum ini Pak Dirjen dan Wamendagri ada di sini, bagaimana Inpres Nomor 1 Tahun 2025 itu kita review. Apapun yang kita bicara hari ini tidak akan jalan, dana Otsus sudah dipangkas, tidak bisa," katanya.

Ia lantas menekankan kesetiaan Papua pada NKRI. Ia menuntut dana Otsus dikembalikan nilainya, bahkan ditambah.

“Kalau Aceh, Aceh itu minta merdeka karena ekonomi saja, kita ini minta merdeka karena betul-betul minta merdeka. Tapi karena kita sudah setia dengan NKRI ini jadi jangan sama sekali dikurangi, kita berharap kalau Pak Mendagri kasih kesempatan kita mau bicara langsung dengan Presiden,” katanya.

Soal Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pendidikan, Meki menyinggung riset UNIPA dan data DIKTI yang menyebut butuh dana signifikan untuk memberantas buta huruf.

Katanya, butuh Rp9,4 triliun selama 10 tahun untuk pembebasan buta huruf dan sekolah-sekolah di Papua bisa berjalan normal.

Ia secara spesifik meminta agar 10 persen dari dana yang diterima pemerintah pusat dari PT Freeport dialokasikan untuk sektor pendidikan di Papua.

“Saya berharap 10 persen saja dari dana Freeport itu yang dikasih ke pemerintah pusat, itu Pendidikan selesai, gasing selesai, buta huruf selesai, sekolah sepanjang hari selesai. Ada program SSH itu sama dengan MBG itu bisa selesai, anak-anak bisa sekolah sepanjang hari," kata Meki.

Di bidang kesehatan, Nawipa menyoroti kurangnya fasilitas kesehatan di provinsi baru.

“Provinsi baru kita tidak punya rumah sakit rujukan Pak. Beberapa minggu lalu kita dikagetkan dengan ada satu ibu dari Provinsi Papua yang hanya karena tidak ada pelayanan rumah sakit, itu meninggal di tengah jalan. Negara kita ini besar, kaya raya, masa kita harus bicara tentang orang meninggal hari ini, jadi kita berharap ada rumah sakit rujukan di setiap provinsi di Tanah Papua," ungkapnya.

Mengenai infrastruktur, ia menekankan perlunya pemerataan listrik dan internet hingga ke pelosok. Menurutnya konektivitas  antar kabupaten di Papua perlu diperkuat. Konektivitas perlu untuk menekan tingginya harga barang.

Sebagai penutup, Gubernur Nawipa menegaskan komitmen semua kepala daerah untuk mendukung penuh program nasional seperti sekolah garuda dan koperasi merah putih. Namun, ia menutup sambutan dengan permintaan krusial terkait tata kelola pemerintahan daerah.

“Mendagri, Gubernur ini kita banyak masalah di daerah tapi kita perlu perkuat kewenangan gubernur untuk bagaimana mengontrol kabupaten-kabupaten ini. Ini juga perlu dimasukkan supaya semua itu satu arah, satu jalur. Supaya semua yang kita bicara satu arah, Presiden bicara satu, Gubernur sampai di bawah itu satu. Jadi negara ini akan maju kalau satu komando,” tegasnya. (Elia Douw)