Mimika Jadi Lokasi Uji Deteksi Dini TBC Gunakan AI yang Dikembangkan UGM

- Papua60Detik

Sosialisasi skrining tuberkulosis (TBC) menggunakan teknologi AI, foto: Martha/Papua60detik
Sosialisasi skrining tuberkulosis (TBC) menggunakan teknologi AI, foto: Martha/Papua60detik

Papua60detik – Kabupaten Mimika dipilih sebagai salah satu wilayah uji coba deteksi dini TBC menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dikembangkan oleh tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Penelitian untuk terobosan besar dalam dunia kesehatan ini dipimpin oleh Dosen dan Peneliti Departemen Ilmu Penyakit Dalam Pusat Kedokteran Tropis UGM, Antonia Morita Iswari Saktiawati, dan Wahyono, Dosen dan Peneliti dari Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika UGM.

Riset ini mengusung teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk membaca foto rontgen dada guna mempercepat skrining tuberkulosis (TBC) yang merupakan penyakit mematikan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia, khususnya di wilayah terpencil.

Antonia Morita menyebut, di banyak daerah terutama pedalaman, tenaga medis masih sangat terbatas. Sehingga, melalui inovasi ini, AI akan mempermudah proses deteksi dini TBC hanya dari hasil rontgen dada, tanpa harus menunggu dokter spesialis yang sering kali berada jauh dari lokasi pasien 

"Dokter saja sudah langka, apalagi dokter radiologi. Jadi ketika ada rontgen, proses pembacaannya bisa lama sekali. Ini memperlambat diagnosis dan pengobatan TBC,” kata Antonia saat diwawancarai, Kamis (07/08/2025). 

Ia berharap teknologi ini dapat mempercepat diagnosis, pengobatan, sekaligus menekan penyebaran penyakit TBC.

“Namun masih ada kesenjangan antara jumlah kasus sebenarnya dan kasus yang berhasil ditemukan. Melalui riset ini, kami ingin bantu pemerintah mempersempit gap tersebut,” terangnya.

Selain Kabupaten Mimika, Klaten dan Yogyakarta juga terpilih sebagai wilayah uji coba. Mimika sendiri dinilai memiliki performa yang paling baik dalam penanganan TBC di wilayah Papua Tengah

Tim peneliti juga membangun website yang memuat informasi terbaru tentang progres penelitian serta membuka ruang komunikasi bagi masyarakat. Hal itu untuk memastikan transparansi dan keterlibatan publik. 

Sementara itu, Wahyono, menjelaskan AI ini bersifat skrining awal dan bukan diagnosis final. Hasil dari AI tetap harus divalidasi melalui pemeriksaan lanjutan oleh tenaga medis. Sekarang ini, akurasi AI yang dikembangkan baru mencapai 64% dan terus akan ditingkatkan menuju target 80%. Timnya masih terus mengumpulkan data tambahan dari berbagai daerah.

"Ini penting agar model AI bisa membaca kondisi lebih beragam, termasuk mempertimbangkan riwayat penyakit, gejala klinis, hingga apakah pasien pernah mengidap TBC sebelumnya,” kata Wahyono.

Adapun penelitian ini menggandeng berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari Dinas Kesehatan, pemerintah daerah, hingga organisasi yang menangani isu disabilitas, gender, dan penyakit menular seperti malaria. (Martha)




Bagikan :