Penyaluran Minyak Tanah Bermasalah, DPRD Panggil Disperindag dan Pertamina

- Papua60Detik

Antrian penyaluran minyak tanah. Foto: Dok/ Papua60detik
Antrian penyaluran minyak tanah. Foto: Dok/ Papua60detik

Papua60detik - DPRD Mimika memanggil Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Mimika dan Pertamina dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait tata kelola dan penyaluran minyak tanah kepada warga, Selasa (14/3/2023).

Dalam RDP tersebut, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Mimika Muhammad Nurman S Karupukaro mempertanyakan peta lokasi pangkalan minyak di suatu wilayah. Seharusnya, tidak diperbolehkan dalam satu RT terdapat lebih dari satu pangkalan, namun kenyataan di lapangan  sebaliknya.

“Saya rasa, kemungkinan ada kedekatan oknum dari Disperindag dengan pemilik pangkalan minyak tanah, karena kok bisa dalam satu wilayah atau RT terdapat dua pangkalan, tetapi mungkin karena kedekatan emosional inilah, hal itu akhirnya diizinkan. Alhasil ada wilayah yang tidak terdapat pangkalan,”ujarnya.

Menurutnya, pengawasan penyaluran minyak tanah perlu ditingkatkan mulai dari kelurahan kampung sampai ke RT-RT. Karena laporan yang diterimanya, warga kadang membeli di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu  Rp5 ribu.

"Naik menjadi Rp6 ribu sampai Rp7 ribu per liternya. Dan ada masyarakat yang mengeluh, mereka tidak kebagian minyak tanak, padahal mereka sudah ikut mengantri dari pagi,” ungkapnya.

Persoalan lain ungkapnya, ada warga yang mengeluh jatah setiap Kepala Keluarga (KK) yang dipatok pangkalan bisa berbeda-beda. Ada yang mendapat 15 liter, ada pula yang mendapat 20 liter.

“Kesimpulan dalam pertemuan ini, bahwa harus Disperindag terbitkan SK, tim dengan melibatkan Kejaksaan, DPRD, dan pihak-pihak terkait lainya, dalam pengawasan penyaluran Mitan. Dan Disperindag harus kembali menggelar rapat bersama ke semua distrik untuk membahas tentang regulasi yang mengatur soal pangkalan baru,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Mimika Petrus Pali Ambaa, mengatakan, secara aturan, minyak tanah hanya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu. 

Kebutuhan minyak tanah khusus di wilayah kota, katanya, hanya 20 sampai 30 persen, selebihnya warga harus beralih ke penggunaan gas elpiji. Beda dengan wilayah pesisir dan gunung.

Soal penambahan kuota, Petrus mengaku sudah menyurat ke Pertamina tapi belum dijawab.

Untuk itu, kedepannya Dinas akan mencoba mengumpulkan 18 Distrik, untuk bersama membahas mengenai distribusi Minyak Tanah ke wilayah pedalaman dan pesisir.

"Kami sudah menyiapkan data-data juga, dalam waktu dekat kami akan mengirim surat lagi,” ujarnya.

Sales Branch Manager PT Pertamina (Persero) Rayon 2 Papua Tengah Nanda Septiantoro menjelaskan, jatah minyak tanah di pangkalan telah disesuaikan berdasarkan jumlah penduduk di wilayah tersebut.

"Masing-masing pangkalan bervariasi antara 3 sampai 5 KL disesuaikan dengan penduduk. Dari 6 distrik paling banyak Mimika Baru," ujarnya. 

Pendistribusian minyak tanah, pertama melalui agen. Setelah itu agen mendistribusikan ke tiap pangkalan yang akan menyalurkan kepada warga. Jika ada yang melanggar aturan, Pertamina bisa melakukan Pemutusan Hubungan Usaha (PHU).

"Selama tahun 2022 kami sudah lakukan PHU sebanyak 8 pangkalan nakal, di antaranya berada di wilayah Distrik Mimika Baru," ujarnya. (Faris)




Bagikan :