Petani Cabai dan Jagung di Mimika Timur Gigit Jari, Panen Gagal Akibat Banjir
Selasa, 01 Juli 2025 - 19:32 WIT - Papua60Detik

Papua60detik – Musim hujan yang mengguyur Mimika selama sebulan terakhir membawa duka mendalam bagi petani di Kampung Mware, Distrik Mimika Timur.
Harapan akan panen melimpah berubah menjadi kesedihan setelah banjir merendam lahan pertanian warga hingga sepinggang orang dewasa.
Lahan pertanian cabai dan jagung yang selama ini menjadi tumpuan hidup warga, khususnya petani seperti Enos, rusak parah.
Enos yang telah 10 tahun menggeluti dunia pertanian harus menerima kenyataan pahit: gagal panen. Padahal tahun ini ia telah menjadwalkan panen besar.
"Kami sudah tanam, sudah tumbuh bagus, tapi begitu banjir datang semuanya mati. Kami harus mulai dari nol lagi, tanam ulang dan menunggu tahun depan untuk panen,” ujar Enos, Selasa (1/7/2025)
Dari data lapangan, total lahan yang dipastikan gagal panen diperkirakan mencapai 10 hektar.
Enos sendiri memiliki lahan seluas 1 hektar. Jika kondisi normal, sekali panen ia bisa memanen 70-80 kilogram cabai. Dengan harga cabai saat ini yang cukup tinggi, kerugian yang dialami mencapai puluhan juta rupiah.
“Yang paling terdampak itu kami petani lombok dan jagung. Kalau tidak gagal panen, hasil panen bisa menopang kebutuhan keluarga. Anak saya bisa sekolah sampai perguruan tinggi juga dari hasil bertani ini,” imbuhnya.
Petani di Kampung Mware umumnya menerapkan sistem tumpang sari menanam cabai bersamaan dengan jagung.
Selain menambah hasil panen, sistem ini juga berfungsi melindungi tanaman cabai dari limpahan air hujan yang berlebihan. Namun, intensitas curah hujan yang tinggi bulan ini membuat metode itu pun tak mampu menyelamatkan tanaman mereka.
Menanggapi keluhan para petani, Anggota DPRK Mimika, Dessy Putrika, turun langsung ke lokasi, ia berjanji akan menyampaikan persoalan ini ke dinas teknis agar segera ada respons konkret dari pemerintah daerah.
“Ini bukan hanya soal gagal panen, tapi menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat,” tegas Dessy.
Petani berharap kehadiran wakil rakyat ini bukan sekadar simbolis. Mereka ingin pemerintah hadir secara nyata bukan hanya saat panen berhasil, tetapi terlebih lagi saat mereka terpukul karena gagal panen. Karena bagi mereka, bertani bukan hanya profesi, tapi harapan yang ditanam dan dipanen untuk masa depan anak-anak mereka. (Faris)