Suku Awyu Tolak Kehadiran PSN di Mappi
Senin, 30 Juni 2025 - 10:45 WIT - Papua60Detik

Papua60detik — Masyarakat Suku Awyu di Kabupaten Mappi secara tegas menolak rencana masuknya investasi perkebunan sawit dan tebu yang dikaitkan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Penolakan keras itu diungkapkan masyarakat saat Komisi I DPR Papua Selatan melakukan kunjungan kerja ke Kampung Salamepe dan Banamepe, Distrik Edera, pada Rabu 25 Juni lalu.
Sekretaris Komisi I DPRP Papua Selatan, Arie Suprapto, membenarkan adanya gelombang penolakan tersebut.
Menurutnya, masyarakat merasa tidak dilibatkan sejak awal, baik melalui sosialisasi, komunikasi, maupun dialog yang transparan.
"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tidak pernah diajak bicara. Tidak ada koordinasi yang baik dari pemerintah pusat maupun perusahaan, sehingga wajar jika mereka menolak," tegas Arie kepada wartawan di Merauke, Senin (30/6/2025).
Menanggapi hal itu, DPRP Papua Selatan akan mengundang Pemprov Papua Selatan, Pemkab Mappi, pihak perusahaan, dan tokoh masyarakat untuk duduk bersama dalam forum dialog terbuka.
DPRP juga bakal berkoordinasi dengan Satgas Pangan agar pelaksanaan PSN tidak menciderai hak-hak masyarakat adat pemilik ulayat.
"Masyarakat menolak karena tidak ada koordinasi, dialog atau sosialisasi secara baik dan merata diawal, itu harus menjadi dasar utama dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan proyek nasional. Kami tidak akan tinggal diam terhadap aspirasi rakyat yang merasa dilangkahi," tegas Arie, politisi PDI Perjuangan.
Ia juga menyoroti lemahnya proses sosialisasi PSN sejak awal, padahal PSN ini masuk sebelum terbentuknya DPRP Papua Selatan delapan bulan lalu.
Rencana ekspansi sejumlah perusahaan, seperti PT Global Papua Abadi (GPA) dan PT Murni Nusantara Mandiri (MNM) – konsorsium industri gula dan bioetanol yang kini beroperasi di Merauke disebut-sebut akan merambah wilayah Kabupaten Mappi.
Pada kesempatan yang berbeda, wakil Ketua Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo, turut menyoroti pelaksanaan PSN yang dinilai mengabaikan hak masyarakat adat.
Ia menyebut pihaknya menerima banyak keluhan serupa, khususnya di Kabupaten Merauke.
“Salah satu persoalan utama adalah ketiadaan sosialisasi. Pemilik hak ulayat tidak pernah diajak komunikasi. Ini pelanggaran terhadap prinsip partisipasi yang dijamin konstitusi,” ujarnya.
Komnas HAM mendesak agar proyek-proyek strategis nasional di tanah Papua dilakukan dengan pendekatan yang menghormati hak masyarakat adat.
Keterlibatan pemangku adat dan dialog yang jujur harus menjadi standar utama. (Jamal)