Cerita Orang Tua Siswa di Masa Belajar dari Rumah
Senin, 09 November 2020 - 05:31 WIT - Papua60Detik

Papua60detik - Kegiatan belajar dari rumah mulai dikeluhkan orang tua siswa yang setiap harus menjadi pengawas sekaligus guru bagi anak-anaknya.
Mereka menilai proses belajar yang sudah berlangsung selama kurang lebih tujuh bulan ini, justru membuat anak lebih banyak bermain dan malas tahu dengan pelajaran.
Anak beranggapan sedang libur karena tidak masuk sekolah. Hal ini banyak terjadi pada anak yang memilih metode belajar luar jaringan (luring) atau modul karena tidak setiap hari dipantau oleh guru seperti anak yang memilih metode belajar daring atau online.
Keadaan ini membuat orang tua kewalahan, khususnya bagi mereka yang memang tidak memiliki pengalaman mengajar secara akademis. Ditambah tuntutan pekerjaan yang juga harus diselesaikan.
Hal inilah yang dirasakan Irsma, salah satu orang tua siswa yang sehari-hari berjualan pinang. Ia mengaku sangat sulit membagi waktu karena diperhadapkan pada dua pilihan yang sama-sama penting, mengajar dan berjualan.
Jika tidak berjualan, maka ia tidak bisa membayar uang sekolah anak dan membiayai hidup. Namun jika tidak menjadi guru untuk anaknya, maka anaknya tidak akan mengerti dan banyak bermain.
“Sulit sekali, karena kita punya tanggung jawab double karena harus mengajar sedangkan kita harap dari sekolah yang mengajar untuk meringankan. Jadi saya pikir belajar online atau dari rumah itu susah” katanya.
Karena tidak memiliki pengalaman mengajar yang harus memiliki kesabaran, Irsma mengakui kadang memukul anaknya karena emosi jika apa yang ia ajarkan tidak dimengerti anak. Berbeda dengan guru yang memang sudah berpengalaman dalam mengajar.
“Kita juga tidak bisa mengajar seperti guru. Jadi lebih baik sekolah karena mungkin kalau dia sekolah dia lebih bisa bertanggung jawab karena yang ajar dia itu orang lain. Kalau kita mama sendiri yang ajar dia anggap remeh saja. Mungkin kalau di sekolah dia sudah bisa, tapi kalau di rumah pemalas. adang juga kalau dia pergi main, kita pi cari mo belajar kadang dia bilang dia capek, lapar dan banyak alasan lainnya,” tuturnya.
Situasi ini membuatnya stres karena ia harus mendampingi dua anak sambil berjualan.
“Kadang emosi, kadang bingung dengan pembeli, kadang juga bingung dengan anak punya pelajaran,” ungkapnya.
Ia mengatakan, perkembangan anak selama proses belajar dari rumah tidak seperti saat masuk sekolah.
“Kemarin waktu dia masih sekolah dia ada peningkatan, tetapi setelah belajar dari rumah dia pamalas. Dia bilang ini tidak sekolah jadi hajar saja, mo baca kah, tidak kah. Kadang juga dia tidak belajar, tidak mau mengerti, jadi tidak ada dia punya perkembangan. Malahan dia mungkin sudah lupa dia punya pelajaran waktu dia masih TK dulu,” jelasnya.
Ia berharap, sekolah bisa kembali di buka, namun harus tetap memperketat protokol kesehatan.
Meski belajar dari rumah, nyatanya tidak berpengaruh terhadap uang sekolah anak yang tetap dibayar full.
Hal senada diungkapkan Martina yang juga merupakan orang tua siswa yang mengeluh karena sulit membagi waktu bekerja dan menjadi guru bagi anaknya di rumah.
“Jadi saya pilih metode luring yah karena saya kan punya hewan ternak jadi paginya saya mengurus ternak nanti siang atau malam baru saya mengajar anak membaca, menulis dan kerja tugas,” katanya.
Ia mengakui, belajar dari rumah membuat anaknya malas bangun pagi. Berbeda saat masuk sekolah yang sangat disiplin dengan waktu.
“Memang anak sangat ketinggalan meski guru kasih tugas banyak, tapi itu justru membuat kita kewalahan. Kita harapnya guru kasih tugas jangan banyak-banyak karena kita orang tua juga yang stres,” jelasnya. (Anti Patabang)