Jadi Saksi Permainan 'Politik' Bapak-Bapak Sopir Pengangkut Logistik Pemilu

- Papua60Detik

Dua pasang sopir pengangkut logistik Pemilu bermain catur di pelataran gedung Eme Neme Yauware, Selasa (13/2/2024). Foto: Martha/ Papua60detik
Dua pasang sopir pengangkut logistik Pemilu bermain catur di pelataran gedung Eme Neme Yauware, Selasa (13/2/2024). Foto: Martha/ Papua60detik

Papua60detik - Di pelataran gedung Eme Neme Yauware, dua pasang sopir truk sedang fokus dengan papan catur di hadapan mereka. Keempatnya adalah sopir pengangkut logistik Pemilu.

Anak-anak catur disusun di atas petak-petak hitam-putih, sesuai tempat masing-masing seperti perang yang segera dimulai. Dua pasang kepala berhadap-hadapan persis seperti bidak catur mereka.

Sudah jadi umum, politik diibaratkan sebagai permainan catur. Catur juga permainan kekuasaan. Ada lambang-lambang kekuasaan: raja, ratu, benteng, kuda dan pion yang paling kecil dan paling sering dikorbankan.

Kemiripan lain, catur dan politik sama menomorsatukan strategi taktik dan kepiawaian membaca lawan. Kalah strategi, siaplah terjerembab. 

Soal aturan tentu lain. Politik kerap mengakali aturan biar menang, catur tak bisa.

Saat ditemui, Bapak-Bapak ini seperti tidak ingin diganggu. Wajah mereka begitu seriusnya, seperti sedang bermain di kejuaraan dunia saja.

Yogi mengaku hobby  bermain catur. Kemana-mana dia selalu bawa papan catur. Kesenangannya hadir ketika bertemu dan bermain dengan pemain catur lain.

"Yah, beginilah ... senang. Dari pada diam, mending kita bermain catur," ujarnya sambil terus mengawasi lawannya  memindah anak catur. 

Adu politik di atas papan itu terjadi di sela pengantaran logistik Pemilu. Setelah makan siang, para sopir pikup dan truk bebas cari kesibukan sendiri. Empat main catur, yang lain memilih tidur dan duduk bermain ponsel. 

Pebi, salah satu yang bermain catur mengaku mereka sedang menunggu perintah KPU. Isi perintahnya: stand by sampai jam 12 malam. 

"Kita masih tunggu perintah, belum dikasih tahu mau ke mana dan berangkat jam berapa," ujar Pebi. Beberapa kali dia tampak mengerutkan kening, berpikir anak catur mana yang mau dijalankan. 

Lima belas menit berlalu, beberapa sopir lain mulai tertarik menonton Pebi dan Yogi. Berbeda dengan satu pasangan yang di sebelah, mereka tampak tertawa dan sudah beberapa kali menyusun kembali anak catur di barisannya. Sepertinya sangat mudah bagi mereka untuk menyelesaikan permainan itu. 

Penonton mulai riuh, Pebi dan Yogi sama kuat. Tapi sebagaimana permainan, selalu akan ada akhirnya.

"Tidak ada yang menang. Remis!" celoteh seseorang hingga semua tertawa. 

Jika ada perbedaan lain politik dan catur adalah pada hasil akhirnya. Catur mengenal konsep seri, remis. Politik tak mengakomodir hasil imbang, hasilnya mesti menang atau kalah.

Hingga wawancara ini selesai, Pebi dan Yogi masih lanjut bermain catur. (Martha)




Bagikan :