Jawab Lemasko, Ini Alasan Lepemawi Bawa Soal Dampak Tailing PT Freeport ke DPR RI

- Papua60Detik

Koordinator Lembaga Peduli Masyarakat Mimika Timur Jauh (Lepemawi), Adolfina Kuum. Foto: Dokumentasi pribadi
Koordinator Lembaga Peduli Masyarakat Mimika Timur Jauh (Lepemawi), Adolfina Kuum. Foto: Dokumentasi pribadi

Papua60detik - Pegiat Yayasan Lepemawi, Adolfina Kuum menanggapi pernyataan Ketua Lemasko Gerry Okoare pada sebuah konferensi pers di Timika Rabu (5/4/2023) kemarin.

Pada konferensi pers itu, Lemasko menyoroti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI yang membicarakan dampak tailing PT Freeport Indonesia terhadap masyarakat di wilayah Pesisir Timur Mimika. Gerry Okoare berpendapat, pihak lain yang ingin mengangkat isu tailing PTFI mesti berkomunikasi dengan lembaga adat.

Menanggapi pernyataan itu, Adolfina mengatakan RDP pada 1 Februari 2023 itu adalah hasil proses dan perjuangan panjang Lepemawi. Sudah sejak 11 tahun silam Lepemawi menyuarakan penderitaan masyarakat tiga distrik di wilayah Pesisir Timur Mimika yang terdampak pembuangan tailing PTFI.

Aktifis yang disapa Doli ini menyebut, akibat pendangkalan sungai, jalur utama transportasi warga terganggu, kecelakaan laut kerap terjadi. Lepemawi punya catatan warga Distrik Agimuga, Jita dan Mimika Timur Jauh yang jadi korban akibat pendangkalan di sungai dan laut.

"Perahu masyarakat Fakafuku yang membawa jenazah ke kampung dari kota terbalik. Jenazah hampir tenggelam di Tanggul Timur, hampir tenggelam di lumpur limbah. Videonya ada di YouTube. Pada tahun 2014 rombongan guru ke Jita membawa soal ujian nasional namun kandas di muara Ajikwa /Wanogong selama 4 hari anak sekolah tidak ikut ujian nasional di Jita. Ini sebagian kecil cerita sedih saja yang kami peroleh laporannya di lapangan dan kami himpun dari masyarakat di sana," ungkap Doli saat menghubungi Papua60detik Jumat (7/4/2024).

Kata Doli, makin tingginya risiko kecelakaan di laut itu baru satu hal, belum lagi kerugian dari rusaknya lingkungan yang akan dirasakan sampai ke generasi-generasi berikutnya.

Atas semua kejadian dan kerugian yang diderita warga, Doli balik bertanya, bukankah memperjuangkan kepentingan warga yang terdampak operasi tambang adalah tugas lembaga adat?

Soal koordinasi ke lembaga adat, sekitar tahun 2015, kata Doli, Lepemawi mendatangi kantor lembaga adat untuk meminta dukungan tapi tak direspon. Mereka pakai pendekatan lain, yaitu berkoordinasi dengan senior-seniornya di lembaga adat, tapi juga tak ada hasil.

"Kami cuma perlu pengakuan bahwa benar ada masalah di wilayah Timur Mimika tanpa perlu membuat pernyataan di media seolah-olah tidak tahu persoalan ini. Bahkan kami sudah ketemu Kakak Gerry sendiri bicarakan masalah ini. Kalau ada masalah panggil kami dan teman-teman. Kami juga anak asli yang punya negeri, sebagai  pemerhati lingkungan punya tanggung jawab bersuara demi kehidupan anak cucu besok," kata Doli.

Singkat cerita, Lepemawi lalu mengadu ke DPR Provinsi Papua dan mendapat respon dari Ketua Poksus DPRP, John NR Gobai. Menindaklanjuti aduan Lepemawi, John mengundang manajemen PTFI dan Pemkab Mimika pada November 2022, tapi keduanya tidak hadir.

Atas bantuan dan dukungan banyak pihak, Lepemawi akhirnya membawa masalah masyarakat di Pesisir Timur Mimika masuk dalam RDP Komisi IV DPR RI di Jakarta pada 1 Februari 2023.

Berdasarkan hasil RPD itu, dalam rapat kerja pada 7 Februari 2023, Komisi IV DPR RI menyarankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan klarifikasi terhadap laporan pendangkalan sungai akibat tailing PTFI yang telah meluas ke daerah-daerah yang bukan wilayah izin tambang yang diberikan pemerintah.

Bagi Doli, PTFI harus mempertanggungjawabkan semua kerugian warga dan rusaknya lingkungan hidup di Pesisir Timur Mimika. Selama ini, katanya, PTFI selalu berdalih Pesisir Timur Mimika tak masuk dalam wilayah konsesinya. Sementara faktanya, ada ribuan warga di sana harus menanggung kerugian akibat tailing PTFI.

"Ini bukan tentang 5 Daskam dan 3 desa yang korban permanen itu. Masalah ini tentang suku Sempan, Amungme, Amungtau yang hidup di Agimuga, Jita Manasari dan sekitarnya yang Freeport tidak mau bertanggung jawab hanya karena mengunakan kriteria wilayah," ungkapnya.

Doli sadar, mengadvokasi dan terus menyuarakan persoalan ini telah memunculkan stigma Lepemawi melawan pemerintah dan PTFI yang merupakan aset strategis nasional. Padahal katanya, Lepemawi hanya menunjukkan persoalan yang tidak ingin dibicarakan para pemangku kepentingan, bahwa seolah-olah persoalan itu tidak ada. (Burhan)




Bagikan :