Lepemawi Pertanyakan Keseriusan PT Freeport Tangani Limbah di Pesisir Timur Mimika

- Papua60Detik

Para pegiat Lepemawi. Foto: Burhan/ Papua60detik
Para pegiat Lepemawi. Foto: Burhan/ Papua60detik

Papua60detik - 11 September 2023 lalu, berlangsung pertemuan di Ruang Rapat GBHN Gedung Nusantara V Komplek MPR/DPD/DPR RI.

Pertemuan itu dihadiri Yayasan Lepemawi, perwakilan KLHK, perwakilan Kementerian ESDM, perwakilan Kementerian BUMN, anggota DPD RI Yorrys Raweyai dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas, Pj Gubernur Papua Tengah Ribka  Haluk dan Ketua Kelompok Khusus DPR Papua John NR Gobai.

Akhirnya pertemuan itu menghasilkan 5 poin kesepakatan antara lain pertama, pengelolaan pendangkalan sungai yang terdampak limbah tailing harus jadi priorotas penyelesaian. Kedua, program-program PT Freeport Indonesia yang diberikan kepada masyarakat terdampak harus sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal masyarakat setempat. 

Ketiga, PT Freeport Indonesia membangun rumah singgah dengan catatan tanah disiapkan oleh masyarakat. Keempat, PT Freeport Indonesia mendukung pembangunan pelabuhan baru di Otakwa bersama pemerintah. Dan kelima, Komite II DPD RI membentuk tim bersama dalam rangka pengawasan pengelolaan limbah tailing PT Freeport Indonesia.

Pertemuan tersebut sejatinya didorong oleh Lepemawi. Organisasi pegiat lingkungan ini memang sudah belasan tahun memperjuangkan nasib warga di 32 kampung dan tiga distrik pesisir timur Mimika yang terdampak pembuangan tailing tambang PTFI.

Dengan hasil pertemuan itu, beberapa departemen terkait di PTFI dan Lepemawi pada 19 Oktober lalu turun survei lapangan di pesisir Timur Mimika. 

Hasilnya dicapai kesepakatan titik pembangunan rumah singgah yaitu di Pulau Yul, Pulau Bidadari dan di Omoga Pantai. Termasuk lokasi penanaman mangrove di lima titik. 

Sementara urusan pelabuhan dan kapal akan dibicarakan dengan Pemerintah Kabupaten Mimika.

Menindaklanjuti kesepakatan itu, Lepemawi berinisiatif kembali turun sosialiasi ke warga terkait pengggunaan lahan. Mereka lalu meminta bantuan ke PTFI untuk difasilitasi transportasi dan logistik.

"Kan harus ada surat persetujuan masyarakat supaya besok-besok tidak ada masalah. Tapi mereka (PTFI) hanya kasih kami BBM 400 liter, beras 4 karung, gula 1 karung, kopi karton, teh satu karton dengan minyak goreng satu jeriken. Kami rasa wah, kok macam begini. Saya minta surat resminya, tapi hanya list, tidak ada kop surat. Kayak mereka hanya main-main," kata pegiat Lepemawi, Adolfina Kuum, Senin (27/11/2023).

"Kalau bantuannya cuma begini, saya pikir Kakak John Gobai juga bisa bantu. Masalah ini bukan kami yang buat, kami ini hanya kerja bantu PT Freeport," sambungnya.

Padahal menurut Adolfina, Yorrys Raweyai dan Tony Wenas di Jakarta sudah mengatakan, penanganan dampak limbah di pesisir timur Mimika pekerjaannya diserahkan ke Lepemawi dengan melibatkan warga lokal setempat.

"Pak Tony Wenas sendiri bilang, bapak (Tony Wenas) pegang tangan dengan saya bicara, Adolfina nanti yang turun kerja. Kakak Yorrys Raweyai juga sudah tekankan dalam pertemuan di Jakarta, bahwa pekerjaan ini serahkan ke anak daerah yang kerja," ungkap Adolfina.

Karena persoalan itu, kini Lepemawi menuntut transparansi PTFI pada proyek penanganan limbah sebagaimana hasil pertemuan Jakarta.

Adolfina menyayangkan, sikap PTFI yang menutup mata terhadap upaya dan perjuangan Lepemawi selama belasan tahun mengadvokasi warga di pesisir Timur Mimika.

"Kami tidak akan terima bantuan itu. Kita bicara dulu, kita sepakati dulu. Harus jelas, PT Freeport tanggung jawabnya apa? Lepemawi kerja apa dan keterlibatan masyarakat bagaimana?" kata Adolfina.

Berita ini telah dikonfirmasi ke VP Corporate Communication PTFI Katri Krisnati. Tapi hingga berita ini dirilis, yang bersangkutan tak memberikan tanggapan. (Burhan)




Bagikan :