Pendidikan Anak-anak di Banti Tembagapura Tak Terurus, Siapa yang Harus Malu?

- Papua60Detik

Kadistrik Tembagapura, Tobias Yawame menunjukkan gedung SD dan SMP di Banti yang sudah rusak parah sebelum digunakan. Foto: Salmawati Bakri/Papua60detik
Kadistrik Tembagapura, Tobias Yawame menunjukkan gedung SD dan SMP di Banti yang sudah rusak parah sebelum digunakan. Foto: Salmawati Bakri/Papua60detik

Papua60detik - Sampai sekarang, pendidikan masih dipercaya sebagai jalan utama emansipasi manusia. Lewat pendidikan, manusia merdeka dari kebodohan.

Pendidikan mempersiapkan manusia berdaya di zamannya, atau paling tidak bisa bersaing, tak ketinggalan dengan generasinya. Pendidikan jadi suluh melintasi peradaban.

Tapi hal-hal baik itu tak terjadi pada anak-anak Banti dan sekitarnya di Distrik Tembagapura. Kadistrik Tembagapura Tobias Yawame menyebut, ratusan anak usia SD sampai SMP di Banti tak sekolah. Pendidikan lumpuh total.

Pada 2019, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membangun gedung sekolah baru, SD dan SMP satu atap. Bangunan itu sebagai pengganti gedung sekolah lama yang dibakar KKB.

Belum lagi digunakan, gedung sekolah baru itu kini sudah rusak parah. Kaca pecah sana sini, sebagian bahannnya bahkan sudah hilang.

Selasa (17/8/2021), Papua60detik berkesempatan melihat langsung kondisi bangunan yang mirip 'rumah hantu' itu.

Ditemani Kadistrik berjalan kaki menapaki jalan yang sedikit terjal dari lokasi upacara peringatan HUT RI Ke-76 di Kampung Banti 2.

Jendela sekolah tampak sudah pada bolong. Kacanya pecah berhamburan di lantai. Sarang laba-laba menjalar dimana-mana.

Tobias Yawame mengungkap, aktifitas belajar mengajar di sekolah satu atap itu tak pernah ada.

Masyarakat di sana memang dievakuasi ke kota Timika akibat kontak tembak KKB dengan TNI-Polri pada Maret 2020. Setelah situasi mulai membaik, masyarakat dikembalikan ke kampung masing-masing pada awal 2021 kemarin.

Tapi kampung yang lama ditinggal pergi sudah tak sama lagi. Rumah warga sebagian sudah rusak, peralatan dapur mereka entah kemana.

"Masyarakat yang naik setelah dievakuasi tidak memiliki kompor dan ambil kayu bangunan (sekolah) untuk kayu bakar. Itu fakta. Saya liat seperti itu," ungkap Tobias.

"Saya sudah tegur mereka lima kali, dan menanyakan anak sekolah apakah kau mau sekolah?. Dan marah di depan masyarakat sehingga mereka tidak ambil (kayu) lagi," ujarnya menambahkan.

Tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa jauh pangang dari api di Banti Tembagapura. Padahal pendidikan adalah hak setiap anak bangsa dan itu jadi urusan wajib pemerintah.

Belum lagi bicara tentang perusahaan sebesar PT Freeport Indonesia (PTFI) yang beroperasi tak jauh dari Banti. Dan di Mile 68, di kompleks perumahan PTFI berdiri megah sekolah YPJ Tembagapura.

"OPD-OPD yang ada di Timika silakan datang survei di lokasi. Kalau bisa datang lihat langsung. Pimpinan silakan datang cek. Ternyata pendidikan tidak jalan, apa yang harus dilakukan?," gugat Kadistrik.

Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jeni O Usmani ketika dikonfirmasi mengakui lagi fokus menyelesaikan murid SD dan SMP yang dievakuasi ke Timika pasca pembakaran gedung sekolah 2017 silam.

Sejak saat itu, sekolah SD dan SMP di sana tidak menerima siswa waru. Ia mengatakan tidak mungkin menerima siswa baru, sementara gedung sekolahnya ada di Banti.

"Sampai saat ini, dari 500an siswa SD hanya tersisa 300an itu siswa kelas 4 dan tersisa dua tahun bisa lulus. Sementara untuk SMP sudah lulus semua. Para siswa itu sekolah di sini. Supaya anak-anak tidak putus sekolah," kata Jeni.

Anak-anak di Banti dan sekitarnya kini makin jauh dari pendidikan formal. Gedung sekolah yang baru dibangun sudah rusak sebelum digunakan. Perlu waktu dan biaya merehabnya lagi.

Lalu siapa yang harus malu atas tak terurusnya pendidikan ratusan anak di Banti Tembagapura?

"Sekarang susah, anak-anak terlantar jauh. Mereka ikut orang tua ke kali. Pikiran anak berkembang ke lain, pegang parang, kampak masuk hutan. Itu akan terbawa. Jadi pendidikan itu perlu sejak dini," sesal Kadistrik. (Salmawati Bakri)




Bagikan :