Bisa Diterapkan, Komisi IV DPRK Mimika Kaji Inovasi Pengelolaan Sampah di Banyumas
Sabtu, 25 Oktober 2025 - 23:21 WIT - Papua60Detik
Papua60detik — Rombongan Komisi IV DPRK Mimika kunjungan kerja ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas (DLH Banyumas), Jawa Tengah, sebagai bagian dari upaya memperkuat pengelolaan sampah di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, 21 - 27 Oktober 2025.
Rombongan dipimpin Ketua Komisi IV, Elinus Balinol Mom, didampingi Sekretaris Komisi, Yuliana Dice Amisim, dan sejumlah anggota DPRK yakni Darwin Rombe, Abrian Katageme, Yosep Erakepia, Amos Jamang, Elias Rande Ratu, Simson Gujangge, Rizal Patadan serta Wakil Ketua III DPRK Mimika, Ester Tsenawatme. Kedatangan mereka disambut oleh Kabid Persampahan DLH Banyumas, Musa, bersama jajaran teknis.
Latar Belakang & Tujuan
Elinus Balinol Mom, menyampaikan, pengelolaan sampah masih menjadi tantangan utama di Mimika mulai dari infrastruktur yang belum memadai, armada pengangkutan yang terbatas, hingga kesadaran masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Kunjungan ke Banyumas diharapkan dapat memberikan wawasan nyata tentang bagaimana pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat dan bernilai ekonomis bisa berjalan.
“Kami ingin belajar langsung bagaimana Banyumas mampu mengelola sampah secara efektif dengan melibatkan masyarakat hingga menghasilkan produk yang bernilai ekonomi. Ini penting untuk kita terapkan di Mimika,” ungkap Elinus.

Fakta Sistem Pengelolaan Sampah di Banyumas
Banyumas memang telah diakui secara nasional sebagai salah satu kabupaten dengan pengelolaan sampah terbaik di Indonesia.
DLH Banyumas mencatat bahwa wilayahnya menghasilkan sekitar 600 ton sampah per hari dari populasi sekitar 1,8–2 juta jiwa.
Dari jumlah tersebut, tercatat bahwa baru 493 ton per hari yang bisa diselesaikan pengelolaan melalui 36 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) hingga tahun 2025.
DLH Banyumas membangun fasilitas unggulan yaitu TPA BLE Banyumas (Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan & Edukasi) di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, seluas 3,5 hektare dengan anggaran sekitar Rp 44 miliar untuk APBN ditambah Rp 6,3 miliar APBD.
Konsep pengelolaan di Banyumas mengintegrasikan ekonomi sirkular dan waste to energy: sampah organik diolah menjadi kompos atau maggot, sampah anorganik menjadi paving/genteng plastik dan bahan bakar alternatif (Refuse Derived Fuel/RDF).
Program berbasis masyarakat seperti aplikasi digital “Salinmas” dan “Jeknyong” memungkinkan warga menjual sampah mereka ke sistem pengelolaan sampah daerah.
Program "Gerakan Sedekah Sampah" diluncurkan oleh PDM Muhammadiyah Banyumas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilah dan menyerahkan sampah sebagai sedekah lingkungan yang juga punya manfaat ekonomi
Pengakuan nasional: DLH dan Kementerian LHK menyatakan Banyumas sebagai percontohan dalam pengelolaan sampah.
Model bank sampah di Banyumas juga menjadi bagian kunci yang bukan hanya mengurangi beban sampah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mendukung mitigasi perubahan iklim.
Produk dan nilai ekonomi yang dihasilkan dari praktik-praktik di Banyumas, beberapa produk dan mekanisme yang layak dicatat antara lain: Kompos dan pupuk cair dari sampah organik, aving block atau genteng plastik dari sampah plastik dan anorganik, RDF (Refuse Derived Fuel): bahan bakar alternatif yang berasal dari anorganik terpilah serta bank sampah sebagai lembaga ekonomi mikro di masyarakat: warga menabung sampah dan mendapatkan insentif, sehingga sampah memiliki nilai ekonomi langsung bagi masyarakat.
Relevansi dan Pelajaran bagi Mimika
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, rombongan DPRK Mimika berharap dapat membawa inspirasi untuk pengembangan pengelolaan sampah di Kabupaten Mimika. Beberapa hal yang menjadi catatan penting untuk diterapkan:
Partisipasi aktif masyarakat: Seperti di Banyumas, keterlibatan warga dalam memilah, mengumpulkan, dan menjual sampah harus menjadi fondasi.
Pengolahan berbasis ekonomi sirkular: Tidak hanya membuang, tetapi mengolah sampah menjadi produk yang bernilai, sehingga menjadi motivasi dan sumber pendapatan bagi masyarakat.
Pengembangan infrastruktur terpadu: Fasilitas seperti TPA BLE, TPST, bank sampah, daur ulang harus dibangun dengan dukungan teknologi dan regulasi.
Penguatan kelembagaan dan aplikasi digital: Sistem seperti “Salinmas” dan “Jeknyong” mampu memfasilitasi partisipasi masyarakat dan integrasi data pengelolaan sampah.
Pemantauan dan target yang jelas: Banyumas menetapkan target pengurangan timbulan dan peningkatan pengelolaan terolah; hal sejenis perlu ditetapkan di Mimika agar progres dapat diukur.
Elinus mengungkapkan bahwa hasil kunjungan ini akan dijadikan rekomendasi dan dasar penyusunan rencana kerja bersama DLH Mimika untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampah.
Ianjugan menambahkan bahwa studi banding ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kerja sama antar daerah di bidang lingkungan hidup.
“Banyumas sudah membuktikan bahwa pengelolaan sampah yang baik bisa meningkatkan kualitas lingkungan sekaligus kesejahteraan masyarakat. Kami ingin membawa semangat itu ke Mimika.” ungkapnya

Tantangan dan Tindak Lanjut
Meski banyak kemajuan, laporan dari Banyumas juga menunjukkan bahwa pengelolaan sampah belum mencapai 100 persen. Sebagai contoh, dari sekitar 600 ton per hari sampah yang diproduksi, masih terdapat bagian yang belum terkelola secara ideal.
Kabupaten Mimika yang anggaran pengelolaan sampahnya telah mencapai Rp 40 miliar di tahun 2025 juga masih memiliki kekurangan fasilitas seperti gedung pengering plastik dan armada pengangkutan yang memadai. Untuk itu, langkah-langkah lanjut yang perlu dilakukan antara lain:
Penyusunan roadmap pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Mimika, dengan target jangka menengah dan panjang.
Pengalokasian anggaran untuk pembangunan fasilitas utama seperti gedung pengering plastik, PDU (Pusat Daur Ulang) tambahan, dan peningkatan armada pengangkutan.
Membangun kerja sama dengan para mitra (pemerintah pusat, donor, lembaga internasional) seperti yang dilakukan Banyumas yang mendapatkan hibah dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF) untuk pengelolaan sampah.
Mendorong inovasi teknologi dan aplikasi digital untuk partisipasi masyarakat dan efisiensi operasional.
Mengukur KPI (key performance indicators) seperti persentase sampah terkelola, volume yang masuk TPA, nilai ekonomi produk sampah, dan pengurangan emisi, agar progres dapat dievaluasi.
Kunjungan studi banding ini memberikan pelajaran berharga bahwa pengelolaan sampah bukan hanya soal membuang namun memanfaatkan sampah sebagai sumber daya.
Dengan menerapkan praktik-praktik terbaik dari Banyumas, Kabupaten Mimika memiliki potensi besar untuk mempercepat terwujudnya visi “Mimika Bersih, Sehat, Rindang, dan Indah”. Dengan regulasi yang tepat, dukungan masyarakat, dan inovasi yang berkelanjutan, maka pengelolaan sampah yang efektif dan berdampak ekonomi bisa menjadi kenyataan. (Faris)