Ini Kondisi Masyarakat Adat Tembagapura Kenapa Mereka Harus Segera Pulang ke Kampungnya
Rabu, 18 November 2020 - 08:00 WIT - Papua60Detik

Papua60detik - Lokataru Kantor Hukum dan HAM mendesak Pemkab Mimika segera memulangkan masyarakat adat di tiga kampung Distrik Tembagapura (Aroanop, Waa Banti, Tsinga) ke kampungnya.
Selaku selaku kuasa hukum, Lokataru menggambarkan kondisi masyarakat yang sangat memprihantinkan selama kurang lebih tujuh bulan berada Kota Timika.
Pertama, banyak warga pengungsi yang mengalami stress dan trauma karena tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi cuaca di Kota Timika.
Kedua, ketidakmampuan pengungsi untuk menyesuaikan dengan kondisi cuaca tersebut, mengakibatkan delapan orang pengungsi meninggal dunia.
Ketiga, kondisi keuangan masyarakat pengungsi yang serba kekurangan, terlebih biaya hidup di Kota Timika cukup tinggi. Sebelumnya, di kampung masing-masing, masyarakat pengungsi biasa berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
"Bahwa selain itu, memasuki penghujung tahun 2020 yang sudah dekat, warga pengungsi sangat berharap dapat merayakan Natal di kampungnya masing-masing. Lamanya tinggal di pengungsian juga membuat pengungsi khawatir akan kebun-kebun yang mereka tinggalkan di kampungnya masing-masing, sehingga warga pengungsi sangat berharap dapat memeriksa kebun-kebun mereka," seperti dikutip dari laman lokataru.com yang diterbitkan pada Minggu (15/11/2020).
Atas fakta-fakta tersebut, Lokataru menuntut, pertama, kepada aparat keamanan, Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Freeport Indonesia, agar dapat segera memastikan bahwa warga pengungsi sudah aman untuk pulang ke kampungnya masing-masing.
Kedua, kepada aparat keamanan, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan PT Freeport Indonesia, untuk dapat mengajak beberapa perwakilan warga pengungsi, dalam melakukan pengecekan ke kampung halaman warga pengungsi, untuk memastikan bahwa situasi kampung halaman warga pengungsi sudah aman.
Ketiga, kepada aparat keamanan, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan PT Freeport Indonesia, untuk dapat memberikan akses informasi yang seluas-luasnya, transparan, dan akuntabel kepada warga pengungsi atas situasi keamanan di kampung halaman mereka. Keempat, memfasilitasi warga pengungsi untuk kembali ke kampung halaman mereka apabila situasi keamanan sudah kondusif, sesuai fakta yang sebenarnya.
Sebagaimana diketahui, sejak akhir Februari dan awal Maret 2020, masyarakat adat di Waa Banti, Kimbeli, dan Opitawak Distrik Tembagapura, yang merupakan wilayah operasional PTFI mengungsi ke wilayah Timika dan sekitarnya.
Pengungsian terjadi karena masyarakat merasa situasi di kampungnya tidak aman akibat baku tembak yang terjadi antara aparat keamanan Indonesia (TNI dan Polri) dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Namun demikian, sudah tujuh bulan berlalu, belum ada kejelasan kapan warga pengungsi dapat pulang kembali ke kampung halamannya. (Burhan)