Mahasiswa dan Pelajar Mimika Tolak Pemekaran Provinsi Papua Tengah

- Papua60Detik

Screenshot  zoom meeting mahasiswa asal Mimika. Foto: Istimewa
Screenshot zoom meeting mahasiswa asal Mimika. Foto: Istimewa

Papua60detik - Rencana pemekaran Provinsi Papua Tengah oleh beberapa kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat ditentang mahasiswa dan pelajar Mimika yang sedang study di Timika, Jayapura, Manokwari, Manado, Makassar, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, Balil bahkan dari Australia dan Selandia Baru.

Penolakan ini mereka serukan melalui zoom meeting pada Selasa (2/2/2021) kemarin yang dipandu dua moderator, Elisabert Kemong dari kota studi Jakarta dan Rudy Omaleng dari kota studi Australia. Zoom meeting itu ditaksir dihadiri 200an peserta.

Dalam aksi yang berlangsung selama dua jam ini, mahasiswa dan pelajar menyampaikan penolakan pemekaran Provinisi Papua Tengah dengan pamphlet dan poster.

Dari press rilis yang diterima papua60detik, mereka berpendapat pemekaran harusnya berdasarkan pada Undang-Undang Otonomi Khusus nomor 21 Tahun 2001 bukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Pasal 76 Undang-Undang Otsus Nomor 21 tahun 2001 sangat jelas menyebutkan, kewenangan pemekaran wilayah ada di tangan provinsi melalui MRP, DPRD dan Gubernur. Namun kenyataannya hal ini diabaikan.

Fakta hari ini justru sebaliknya, pemerintah pusat secara sepihak berkoordinasi dengan para bupati wilayah adat Mee Pago  dan para elit di Timika, mendorong pemekaran Provinsi Papua Tengah.

Upaya pemekaran, tuding pelajar dan mahasiswa ini, adalah demi kepentingan kapitalis, kolonialis dan para petinggi Papua khususnya wilayah adat Mee Pago. Pemekaran terus didorong tanpa mempertimbangkan kehidupan masyarakat kecil dari berbagai sisi, baik ekonomi, sosial, politik maupun pendidikan dan kesehatan rakyat secara holistik.

Setelah melihat semua aspirasi yang disampaikan perwakilan mahasiswa dari tiap kota studi dan mempertimbangkan semua sisi kehidupan masyarakat, mereka mengajukan lima poin pernyataan sikap.

Pertama, Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999 dan Inpres Nomor 1 Tahun 2003 secara hukum telah dibatalkan ketika UU Otsus yang berlaku. Mereka menolak aturan-aturan itu diberlakukan kembali.

Kedua, mendukung 100 persen keputusan MRP tentang penolakan agenda pembahasan Otsus Papua yang dibahas oleh Jakarta secara sepihak, salah satunya masalah pemekaran.

Ketiga, menolak segala upaya kaum elit melalui lembaga adat dan agama untuk mendukung pemekaran Provinsi Papua Tengah, karena hal tersebut mengobjekkan masyarakat lokal tanpa koordinasi dengan mekanisme yang seharusnya.

Keempat, menolak segala upaya yang dilakukan oleh para bupati di wilayah adat Mee Pago untuk mendatangkan pemekaran baru secara sepihak tanpa melibatian MRP, DPRP dan Gubernur Papua sebagai implementasi Undang-Undang Otsus Nomor 21 Tahun 2001 pada pasal 76.

Kelima, jika ke-4 poin di atas diabaikan oleh  pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya para elit, maka mahasiswa akan turun jalan dan mendorong aspirasi secara serentak. (Anti Patabang)




Bagikan :