Menelusuri Budidaya Sayur Hidroponik di Timika
Senin, 01 Juli 2019 - 03:27 WIT - Papua60Detik

Papua60detik - Budidaya sayur hidroponik di Indonesia sudah berkembang sejak lama namun untuk di Kota Timika mulai dikembangkan beberapa tahun belakangan.
Sayuran hidroponik dikembangkan melalui wadah yang dirancang khusus. Sayuran hidroponik tidak ditanam menggunakan tanah tapi menggunakan air dan didukung oleh nutrisi yang dicampur di dalam air.
Selain air dan mineral, tanaman hidroponik juga membutuhkan lampu, sistem filtrasi air dan udara, serta alat kontrol iklim. Semua hal ini diperlukan guna menunjang pertumbuhan tanaman hidroponik. Biasanya, sayuran hidroponik ditanam dalam rumah kaca maupun di luar ruangan.
"Sayuran hidroponik itu tidak tanam ditanah, cuma pakai air dan tidak pakai bahan-bahan kimia. Pupuk yang dipakai juga hidroponik," kata Muhamad Bagus kepada papua60detik.id di green house miliknya, Jalan Irigasi Ujung Kelurahan Pasar Sentral, Timika, Rabu(27/6).
Muhammad menyebutkan, luas green house miliknya selebar 10 meter dan panjang diperkirakan hampir mencapai 40 meter.
Lahan seluas itu berkapasitas 17 ribu pot, sebanyak 14 ribu pot sudah ditanami sedangkan tiga ribu pot belum.
"Ini sudah hampir satu tahun kita kembangkan. Sebelum ada yang pernah kembangkan tapi tutup, kemudian saya dan kaka saya kembangkan dan sekarang sudah terkenal luas di tengah masyarakat," kata Muhamad
Jika dibanding dengan sayuran biasa, sayur hidroponik dipercaya memiliki nilai gizi lebih tinggi. Sayuran hidroponik tidak menggunakan bahan bahan kimia seperti pestisida sehingga sangat aman dan sehat untuk dikonsumsi.
"Untuk harga memang lebih mahal dari sayuran biasa. Disini kami tanam selada dan sawi jepang. Selada ini 60 ribu perkilo sedangkan sawi Jepang 30 ribu perkilo," kata Muhammad.
Sayuran hidroponik yang dirawatnya saat ini dipasarkan ke PT Pangan Sari Utama, hotel dan restoran di Kota Timika. Beberapa pelanggan biasa datang langsung membeli di tempatnya.
Ia bercerita, budidaya hidroponik sendiri membutuh waktu yang tidak terlalu lama. Benih sayuran yang didatangkan dari Jawa kemudian disemaikan dalam spon yang dipotong segi empat serta dilubangi tengahnya.
Sebelum dipotong, spon terlebih dahulu direndam ke dalam air agar menjadi lembab. Tujuannya, agar benih yang disemaikan cepat tumbuh.
"Dari penyemaian benih sampai waktu panen hanya membutuhkan waktu lima minggu saja," kata Muhammad.
Sawi jepang yang ditanam secara hidroponik, Foto: Marsel Balawanga
Kentungan dan Tantangan
Setiap usaha tentu punya tantangan. Muhammad menjelaskan, dari usaha sayur hidroponik yang dilakoninya, bisa meraup keuntungan puluhan juta rupiah perbulan.
"Kalau saya hitung dalam sebulan saya bisa memperoleh keuntungan 25 sampai 30 juta perbulan," kata Muhamad
Untuk di Kabupaten Mimika sendiri tantangan yang dihadapi oleh para petani hidroponik adalah belum adanya distributor yang menyediakan bahan seperti nutrisi hidroponik dan bahan pendukung lainnya.
Untuk terus berproduksi, ia harus mengeluarkan anggaran cukup besar dari sisi ongkos kirim mendatangkan bahan bahan tersebut dari luar Timika.
"Dulu itu ongkos kirim hanya Rp50 ribu sekarang bisa Rp90 ribu perkilo karena semua bahan bahannya di beli secara Online dari Jawa," kata Muhamad.
Tantangan atau boleh disebut kendala lain yang dihadapi Muhammad ketika terjadi pamadam listrik. Pasalnya sederhana, proses pengairan sayur hidroponik membutuhkan listrik. Pemadaman dalam waktu lama berdampak buruk bagi proses pertumbuhan sayur hidroponik.
Di Kabupaten Mimika saat ini sudah ada beberapa orang yang mulai mengembangkan sayur hidroponik, salah satunya ada di SP3.
Ia sangat yakin seiring berjalan waktu, pertanian hidroponik di Kabupaten Mimika akan terus berkembang. Lambat laun, semakin banyak petani akan berminat mengembangkan sayur hidroponik di Mimika. (Marsel Balawanga)