Kabar Tentang Obat Malaria ‘Biru’ Di Mimika
Sabtu, 20 Agustus 2022 - 06:21 WIT Admin - Papua60Detik

Oleh: Reynold Ubra
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika
Dalam empat bulan terakhir tahun 2022, pasokan
obat malaria di Kabupaten Mimika menjadi isu pelayanan kesehatan masyarakat di
Timika. Penyebabnya adalah tidak tersedia obat malaria ‘biru’ kemudian
berkembang menjadi multitafsir di antaranya Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika
mengutamakan kepentingan kelompok tertentu. Pada dasarnya Dinas Kesehatan
Kabupaten Mimika mengalami masalah yang sama dengan kabupaten/kota lain di
Papua maupun wilayah lain di Indonesia yaitu; ketersediaan ‘obat biru’ yang
diimport dari China. Pandemi covid-19 memberi dampak berbagai aspek termasuk
ketersediaan obat malaria yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan RI
sehingga ketersediaanya menjadi terbatas.
Secara khusus di Kabupaten Mimika, kasus malaria tahun 2021 berjumlah 85.726 kasus atau rata-rata 7.144 kasus per bulan atau sama dengan 238 kasus per hari sedangkan mulai bulan Januari hingga Mei 2022 jumlah kasus malaria sebanyak 52.838 kasus atau rata-rata : 10.568 kasus/per bulan atau 352 kasus per hari. Data kasus malaria yang ditemukan dalam dua tahun terakhir menunjukan terjadi peningkatan sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan obat ‘biru’. Secara sederhana dapat dihitung, sebagai berikut : diasumsikan seorang penderita malaria dengan berat badan antara 60-80 kg dan berusia diatas 15 tahun maka jumlah obat biru yang diberikan adalah 4 tablet per hari sekali minum selama 3 hari sehingga dibutuhkan 12 tablet per orang. Jika pada tahun 2021 rata-rata 238 kasus malaria per hari atau rata-rata per orang membutuhkan 12 tablet malaria maka dalam satu hari kebutuhan obat malaria sebanyak : 2.858 tablet per hari atau sama dengan 85.726 tablet per bulan. Sedangkan untuk kebutuhan obat ‘biru’ tahun 2022 dengan jumlah kasus 352 kasus per hari maka jika rata-rata kebutuhan per orang adalah 12 tablet maka dalam sehari kebutuhan obat ‘biru’ sebanyak : 4.227 tablet per hari atau sama dengan : 126.811 tablet per bulan.
Sesuai data Instalasi Farmasi dinas kesehatan kabupaten mimika rata-rata kebutuhan obat ‘biru’ selama tahun 2021 adalah : 99.441 tablet per bulan atau 1.193.373 tablet per tahun maka data kebutuhan ini dapat dijadikan sebagai data dasar kebutuhan obat tahun 2022 dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan apabila terjadi peningkatan kasus. Sejak bulan Januari sampai Agustus tahun 2022 jumlah obat ‘biru’ yang diterima oleh dinas kesehatan kabupaten mimika bersumber dari dinas kesehatan provinsi papua sebanyak 431.658 tablet atau rata-rata 61.665 tablet per bulan padahal kebutuhannya adalah 126.811 tablet per bulan maka kebutuhan obat ‘biru’ yang tidak terpenuhi adalah 65.146 tablet per bulan (48,63%).
Pada tanggal 1 Agustus 2022 jumlah obat ‘biru’ yang dikirimkan Dinas Kesehatan Provinsi Papua ke Kabupaten mimika sebanyak 58.500 tablet dan pada tanggal 19 Agustus 2022 tersisa 2.700 tablet. Dinas kesehatan telah mendistribusikan obat ‘biru’ ini ke fasilitas kesehatan milik pemerintah, TNI/Polri maupun faskes swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan rincian sebagai berikut:
Data Tabel Penerimaan Dan Distribusi Obat Malaria Menurut Tanggal, Fasilitas Kesehatan Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika
Berdasarkan data tabel menunjukan bahwa dinas kesehatan telah melakukan fungsinya untuk mendistribusikan obat biru ke puskesmas, klinik, rumah sakit milik pemerintah maupun swasta bahkan yayasan oleh sebab itu dalam tata kelola telah dilakukan sesuai standar. Hal lain yang telah dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten mimika adalah melakukan perbaikan managemen data kasus dan perencanaan obat bersama fasilitas kesehatan swasta maupun TNI/Polri dengan melibatkan Loka POM Timika yang ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama. Beberapa point penting yang tertuang dalam perjanjian kerjasama adalah obat ‘biru’ disediakan secara gratis kepada pasien yang terdiagnosa malaria dengan menunjukan hasil pemeriksaan laboratorium dan resep dokter.
Salah satu isu yang muncul beberapa hari terakhir adalah didapati salah satu apotik swasta yang membeli obat ‘biru’ dengan harga yang sangat mahal, maka dinas kesehatan telah melakukan inspeksi lapangan pada apotik tsb dan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan obat malaria dan sesuai hasil pemeriksaan menunjukan bahwa obat malaria bukan diperoleh dari dinas kesehatan maupun puskesmas namun kabupaten tetangga. Dengan kejadian tersebut maka dinas kesehatan bersama Loka POM akan terus melakukan pengawasan peredaran obat disemua fasilitas kesehatan dengan berpedoman pada peraturan Menteri kesehatan tentang pelayanan farmasi di fasilitas kesehatan.
Upaya yang akan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten mimika adalah melakukan evaluasi pengelolaan data surveilans malaria, meningkatkan promosi dan kepatuhan pengobatan termasuk pengawasan pengobatan malaria yang tepat dosis di fasilitas kesehatan, melakukan survei darah malaria dengan indikator minimal 50% warga di wilayah tertentu (karena dalam 3 tahun tahun hanya mencapai 30%), penilaian efektifitas pengobatan malaria menggunakan kina dan obat ‘biru’ serta menetapkan harga eceran tertinggi dan biaya pemeriksaan malaria secara mikroskopis diseluruh fasilitas kesehatan milik swasta yang akan diusulkan kepada Bupati Mimika untuk ditetapkan sebagai salah satu regulasi daerah.
saat ini juga yang terjadi di masyarakat bahwa pengobatan malaria menggunakan obat ‘biru’ lebih efektif dibandingkan obat kina. Untuk diketahui bahwa sampai saat ini pengobatan kina masih tetap efektif dan masih menjadi pengobatan lini kedua dalam mengatasi malaria. Terbukti sampai saat ini banyaknya kasus malaria bukan pada efektifitas pengobatan namun pada tingkat kepatuhan pengobatan sampai tuntas terutama primaquin atau dikenal dengan obat ‘coklat’. Kepatuhan pengobatan menjadi penentu untuk keberhasilan penanganan pasien malaria di Kabupaten Mimika.
Dengan adanya gambaran ketersediaan obat malaria maka dapat dipastikan pasokan obat malaria ‘biru’ menjadi terbatas karena ketersediaan yang terbatas dan cara yang paling sederhana adalah lebih baik mencegah daripada mengobati.