Keanekaragaman hayati atau biasa dikenal dengan biodiversitas, merujuk pada keragaman kehidupan di bumi, termasuk keragaman genetik, keragaman spesies, dan keragaman ekosistem. Hal ini mengacu pada variasi yang ada dalam segala bentuk kehidupan, baik itu tumbuhan, hewan, mikroorganisme, maupun ekosistem tempat mereka hidup.
Perlindungan keanekaragaman hayati adalah salah satu tanggung jawab kita sebagai manusia. Keanekaragaman hayati menjadi bagian dari kehidupan kita dan planet bumi ini, dan melindunginya adalah suatu langkah penting untuk memastikan kelangsungan hidup generasi yang akan datang.
Pentingnya perlindungan keanekaragaman hayati dapat dilihat dari konsekuensi yang akan terjadi jika kita gagal dalam melakukannya. Kehilangan spesies, kerusakan habitat, dan perubahan iklim yang mempengaruhi keanekaragaman hayati dapat menyebabkan konsekuensi ekologis yang serius. Gangguan ekosistem dapat mengganggu rantai makanan, menyebabkan kelangkaan sumber daya alam, dan mengancam keseimbangan ekologi secara keseluruhan.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada diantara dua benua besar, yaitu Asia dan Australia memiliki posisi sangat strategis dengan kekayaan sumber daya alam hayati sekaligus endemisitas spesies flora dan fauna yang tinggi. Indonesia menjadi negara kedua di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi setelah Brazil. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak keanekaragaman hayati yang unik adalah Papua. Dapat dilihat dari spesies endemiknya yang hanya ditemukan di wilayah Papua seperti : 1) Burung Cenderawasih yang biasa dikenal dengan bird of paradise. 2) Burung Dara Mahkota (mambruk) yang hidup di hutan dataran rendah bagian selatan Papua. 3) Pohon pisang Musa Ingens (pohon terbesar di dunia) yang memiliki tinggi 25-30 meter atau setara dengan 6-7 kali lipat pohon pisang pada umumnya. 4) Burung Punai Gading yang memiliki banyak warna terutama pada jenis jantan. 5) Bunga Anggrek dengan berbagai macam spesies. 6) Hutan Hujan Tropis terluas dibandingkan daerah lain di Indonesia, termasuk Kalimantan dan Sumatra.
Namun, keanekaragaman hayati yang tinggi di Papua bisa terancam, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan yang dapat merusak keanekaragaman hayati, seperi pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, perusahaan tambang, pemekaran kampung, illegal logging, pembangunan infrastruktur, perburuan satwa liar, ekspansi kawasan perkebunan dan minimnya pemahaman masyarakat. Untuk itu perlu adanya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di Papua.
Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati tercantum dalam Undang Undang Nomor Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Provinsi Papua untuk mengatur pelestarian lingkungan hidup dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
Masyarakat di Papua juga ikut serta dalam menjaga ekosistem dengan menggunakan tradisi Sasi, ini merupakan praktik konservasi tradisional yeng ditinggalkan oleh para leluhur mereka yang masih dilanjutkan hingga saat ini. Sasi berarti larangan mengambil hasil sumber daya alam tertentu dan lokasi yang telah disepakati sebagai wujud pelestarian dan perlindungan dari eksploitasi berlebihan. Salah satu kampung di Papua yang menggunakan tradisi Sasi adalah Kampung Aduwei di Distrik Misool Utara, Raja Ampat, Papua Barat. Mulanya, tradisi sasi ini dilakukan oleh kaum lelaki di Kampung Aduwei yang dikelola oleh petuanan-petuanan (tuan/pemilik) marga yang mempunyai hak ulayat. Seiring berjalannya waktu, perempuan yang mengambil alih dan dipercaya untuk mengelola Sasi, yang terinspirasi kelompok mama-mama di Kampung Kapatcol, Misool Barat, Raja Ampat sebagai inisiator Sasi perempuan di Raja Ampat.
Perlindungan keanekaragaman hayati sangat penting dilakukan menjaga kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan. Pemerintah harus konsisten menerapkan Undang-Undang tentang pelestarian sumber daya alam serta melakukan monitoring dan evaluasi agar dapat mengambil langkah-langkah antisipasi jika terjadi kerusakan keanekaragaman hayati. Sedangkan masyarakat adat dengan sistem kearifan lokal (Sasi) harus tetap menjalankan tradisi tersebut karena dari sistem Sasi ini masyarakat dapat melihat apakah sumber daya alam yang ada di sekelilingnya mengalami degradasi atau tidak.
Sinergitas antara pemerintah dengan masyarakat (adat) sangat dibutuhkan untuk menjaga keanekaragaman hayati, ada baiknya kedua belah pihak mengagendakan monitoring dan evaluasi bersama.
Penulis: Hana Theda Alvina