Keterbukaan Informasi Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi
Sabtu, 19 Februari 2022 - 13:39 WIT Admin - Papua60Detik
Hasil indeks persepsi korupsi tahun 2019, berdasarkan peringkat korupsi di Indonesia masih cukup tinggi. Kasus-kasu besar yang menyita perhatian publik adalah dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang diperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun, kasus pembobolan Bank Bali Rp400 miliar dan Bank Century Rp7 triliun.
Jika dilihat dari kenyataan sehari-hari, korupsi hampir terjadi pada setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari kementerian, lembaga, BUMN/BUMD, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Begitu juga para aktornya, berasal dari berbagai kalangan, mulai dari politikus, pejabat, aparat penegak hukum, birokrasi hingga swasta.
Praktek korupsi yang sering terjadi di masyarakat biasanya berkenaan dengan Pengurusan Perizinan seperti Izin tambang, izin HGU, IMB, izin usaha, izin proyek , pengadaan barang dan jasa hingga penegakan hukum.
Tanpa disadari, praktek korupsi yang sering terjadi di masyarakat muncul dari kebiasaan yang dianggap biasa dan wajar oleh masyarakat umum. Misalnya memberi hadiah, bingkisan, uang terima kasih kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa pelayanan.
Kebiasaan korupsi yang terus berlangsung di masyarakat terjadi salah satu sebabnya bisa jadi karena kurangnya pemahaman sebagian masyarakat akan anti korupsi.
Berdasarkan UU No 31 tahun 1999 jo UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa kebiasaan perilaku koruptif yang dianggap sebagai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Seperti pemberian gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya.
Jika tidak dilaporkan kepada KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) dapat menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001, terdapat tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi di antaranya adanya kerugian negara, suap menyuap, pengelapan dalam jabatan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi. Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkarya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp: 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Meski sanksi pidana cukup berat bagi para koruptor, namun nyatanya praktik korupsi masih subur di Indonesia.
Jika melihat hasil perkembangan kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2004 - 2019 terdapat 1.218 kasus yang masuk dalam proses Penyelidikan KPK. Dari jumlah itu masuk dalam tahapan penyidikan 948 kasus, penuntutan 789 kasus, inkrach 650 kasus dan Eksekusi 676 kasus. Sementara dilihat dari Jenis Perkara TPK yang ditangani KPK selama periode 2004 - 2019 sebanyak 1.008 kasus. Dari jumlah itu sebanyak 661 kasus merupakan kasus suap dan 205 kasus merupakan kasus pengadaan barang dan jasa.
Sedangkan instansi TPK yang ditangani KPK selama tahun 2004 - 2019 terdapat 801 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 363 kasus pada kementerian dan lembaga (K/L), sebanyak 140 kasus pada pemerintah daerah kabupaten/kota dan sebanyak 132 kasus pada pemerintah provinsi.
Praktik korupsi itu sendiri biasanya berkembang diarea-area gelap dan tertutup. Karenanya, untuk mencegah tindakan/praktik korupsi, salah satu caranya adalah dengan membuka selebar-lebarnya pintu informasi dan transparansi. Rencana Program, Proses dan Alasan pengambilan suatu "keputusan publik " haruslah dibuka kepada publik. Begitupun halnya dengan proses pengadaan barang dan jasa, APBN, APBD haruslah dibuka kepada publik karena memang didalam UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai Informasi terbuka.
Dengan terbuka masyarakat akan tahu setiap kebijakan publik yang diambil pemerintah atau badan publik negara (eksekutif, legislatif & yudikatif) dan badan publik non pemerintah terkait penggunaan APBN & APBD. Selain itu masyarakat juga terdorong untuk ikut berpartisipasi dalam mengawal setiap kebijakan dan penggunaan anggaran, sehingga Badan Publik (BP) termotivasi untuk bertanggung jawab dan berhati-hati dalam setiap pengambilan keputusan dan penggunaan anggaran.
Hal ini sesuai dengan tujuan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diantaranya, (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan keputusan publik, program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan keputusan publik, dan (2) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik yaitu yang transparan efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan.
Kondisi seperti ini diyakini akan mempercepat perwujudan pemerintahan terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Jika demikian, akan tercipta pemerintah yang baik (good governance).
Di penjelasan pembukaan UU KIP disebutkan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan salah satu jalan sebagai gerakan pencegahan korupsi di seluruh Badan Publik Pemerintah, BUMN, perguruan tinggi, partai politik (Parpol) maupun non pemerintah. Hasil Monitoring Komisi Informasi Pusat tahun 2021, menunjukkan badan publik tingkat partisipasinya rendah.
Sedangkan dalam Monitoring Evaluasi (Monev) Ketebukaan Informasi Publik di Provinsi Papua tahun 2021 dari 10 ketogori badan publik yang ikut Monev yakni badan publik kabupaten/kota, OPD Lingkup Pemerintah Provinsi Papua, badan publik negara tingkat provinsi, lembaga penyelenggara negara ( KPUD dan Bawaslu) , Partai Politik (Parpol), perguruan tinggi, BUMN tingkat provinsi dan BUMD, menunjukkan bahwa banyak badan publik yang tidak informatif dan tingkat partisipasi BP sangat rendah.
Pada hal Keterbukaan Informasi Publik yang dimaknai transparansi, akan mendorong partisipasi publik dan akuntablitas penyelenggaraan negara dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik. Penerapan Keterbukaan Informasi dalam penyelenggaraan negara sebagai amanah UU No 14 Tahun 2008 harus dimulai dari perencanaan, program, proses dan alasan pengambilan kebijakan publik. Harapannya dengan transparansi , saling kontrol dalam penyelenggaran negara akan lebih mudah dilakukan.
Dalam rangka inilah kehadiran UU KIP menjadi penting dalam rangka mewujudkan transparansi yang bermuara pada akuntablitas dan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia. Rendahnya kesadaran sebagian pejabat publik di Badan Publik untuk melaksanakan UU KIP harus menjadi perhatian khusus. Sebab bukan tidak mungkin, Publik beranggapan di Badan Publik yang tidak transparan ada indikasi masih suburnya praktik KKN. Padahal membangun tata kelola pemerintahan yang baik,salah satu pondasi dan pra syaratnya adanya pemerintahan terbuka.
Hak publik untuk memperoleh Informasi merupakan salah satu prasyarat penting dalam mewujudkan pemerintahan terbuka sebagai upaya pro aktif mencegah adanya praktek KKN.
Di negara yang menganut sistem dan pola tertutup Lembaga-lembaga pemerintahan yang ada cenderung bekerja secara tidak profesional. Sebab tidak ada ruang bagi publik untuk mengawasi dan mengontrol kinerja mereka. Kebebasan memperoleh informasi tidak hanya menciptakan pemeritahan yang bersih, efisien dan upaya mencegah praktik KKN, tapi juga meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik serta pengawasan atas pelaksanaannya. Di samping itu satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara terbuka adalah hak publik memperoleh informasi.
Hak memperolah informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan tersebut akan semakin baik dan tentu hal itu dapat mencegah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Sa berhak tau, Ko berhak tau, Mari Kitorang bangun budaya transparansi di Tanah papua. Salam Terbuka.
Wilhelmus Pigai
Ketua Komisi Informasi Provinsi Papua