Mengubah Perilaku Menyambut New Normal

- Papua60Detik

Hendrikus Purnomo
Hendrikus Purnomo


New normal atau kebiasaan normal yang diperbaharui yang mengacu pada kebiasaan hidup sehat sesuai protokol kesehatan, akhir-akhir ini barangkali merupakan salah satu kosa kata yang paling populer, banyak dibicarakan oleh masyarakat dan media di seluruh Indonesia. Namun demikian, tampaknya ada beberapa hal yang perlu diluruskan supaya masyarakat Indonesia mendapatkan pemahaman yang tepat dan akurat. Pertama tentunya adalah mengenai definisi dan selanjutnya adalah mengenai implikasinya terhadap pola penyebaran Covid-19.

 

New normal bisa kita definisikan secara sederhana sebagai cara kita beradaptasi dengan situasi pandemi Covid-19. Agar kita bisa hidup sehat, maka protokol kesehatan harus diterapkan dalam hidup sehari-hari. Bagi individu, protokol ini tidak banyak, yaitu hanya menyangkut beberapa hal berikut ini: menggunakan masker, menggunakan face shield, sering mencuci tangan memakai sabun pada air mengalir, mencuci tangan menggunakan hand sanitizer sehabis berinteraksi dengan orang maupun benda, menjaga jarak dengan orang lain, serta menghindari kerumunan. 

 

Hal-hal tersebut sangat mudah untuk kita lakukan, tetapi pada kenyataannya masyarakat masih enggan melakukannya, bahkan sangat sulit untuk melakukannya dengan suka rela dalam kegiatan sehari-hari, hingga harus ada orang lain yang terus menerus menegur dan mengingatkannya. Pertanyaannya, mau sampai kapan harus selalu ditegur dan diingatkan oleh orang lain? Sedangkan hal itu adalah untuk kebaikan diri sendiri. Selama ini, kita memang tidak terbiasa dengan hal-hal tersebut. Seperti pepatah bilang, yang paling sulit itu adalah mengubah kebiasaan. Itulah fakta bahwa new normal bagi sebagian masyarakat adalah ‘tidak normal.’

 

Pada sektor lain ada salah persepsi terutama di kalangan pelaku bisnis bahwa new normal adalah sebuah kebijakan agar roda perekonomian bergerak kembali. Padahal, new normal adalah mengikuti protokol kesehatan agar masyarakat terhindar dari wabah Covid-19. Siapapun orangnya dan apapun profesinya, harus menerapkan protokol kesehatan kalau ingin tetap sehat.

 

Manusia adalah makhluk sosial. Tidaklah mungkin kita masing-masing berdiam mengurung diri di rumah masing-masing selama bertahun-tahun. Bekerja atau tidak, berbisnis atau tidak, kita semua perlu beraktivitas secara sosial. Alasan ekonomi hanyalah salah satu konsekuensi new normal. Kalau kita sehat maka bisa berinteraksi dengan teman, saudara, tetangga, dan kolega untuk berbagai kepentingan. PSBB atau lockdown telah merenggut kehidupan masyarakat di seluruh muka bumi sehingga kita tak mungkin melakukannya atau  mempertahankannya dalam waktu yang lama. Namun untuk bisa kembali seperti sediakala butuh niat, butuh kesadaran, butuh kepatuhan terhadap protokol kesehatan, karena faktanya virus corona masih ada disekitar kita. Perlunya kita menyadari bahwa Covid-19 bisa benar-benar hilang dari muka bumi ini sangatlah susah dan bahkan mungkin akan berlangsung lama kita hidup harus berdampingan dengan virus ini. Untuk itulah manusia memerlukan sebuah tatanan baru, sebuah kebiasaan baru yang menjauhkan diri dari virus.

 

Ada sebuah pertanyaan, apakah new normal manusiawi? Jawabannya tergantung dari sudut mana kita memandang. Contoh di bidang transportasi. Kalau biasanya kita melakukan perjalanan menggunakan sarana transportasi umum seperti Kereta Api Listrik (KRL), bus antar kota, pesawat terbang, kapal laut yang biasanya selalu berdesak-desakan, justru pada masa new normal akan sedikit lebih nyaman karena ada pembatasan kuota penumpang, ada pembatasan jarak antar penumpang. Dalam hal ini, new normal sangat manusiawi. Tentu kita menyadari bahwa dalam hidup ini selalu ada plus-minusnya.  Tak ada yang sempurna.

 

Yang menjadi pertanyaan sebagian besar manusia saat ini, apakah ada jaminan bahwa wabah Covid-19 akan mereda pada masa new normal?  Tidak ada jaminan sama sekali, dari pemerintah mana pun karena keberhasilan atau kegagalan pada masa new normal sepenuhnya berada di tangan masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah beserta aparaturnya tak bisa mengawasi setiap orang untuk patuh selama 24 jam sehari. Semuanya bergantung pada diri kita masing-masing.

 

Seperti apa peran masyarakat dalam meningkatkan dan menjaga kepatuhan? Patuh secara pribadi saja tidaklah cukup, namun paling tidak patuh secara pribadi bisa melindungi diri sendiri. Ketika kita berada dikomunitas orang yang tidak patuh, kemungkinan akan tertular secara beruntun (contagion) akibat orang lain yang tidak patuh adalah sangat tinggi. Karena itu, ada dua hal yang perlu kita lakukan sebagai sesama anggota masyarakat, pertama yaitu secara mandiri dan pribadi mematuhi protokol kesehatan, dimanapun kita berada, kedua rajin untuk saling mengingatkan satu sama lain dan menghindar dari orang – orang yang tidak patuh.

 

Orang-orang yang tidak patuh biasanya memiliki sifat yang suka ’ngeyel’ sehingga sulit untuk diingatkan, apalagi oleh orang yang tidak dikenal. Karena itu, minimal kita berusaha untuk saling mengingatkan antar sesama yang sudah kenal. Di Masjid, Gereja, atau tempat ibadah lainnya merupakan sarana yang paling efektif untuk saling mengingatkan. Biasanya di tempat peribadatan orang cenderung lebih patuh. Sangat penting agar para pengkhotbah dan pemuka agama untuk selalu mengingatkan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan.

 

Kalau kita tidak sanggup mengingatkan orang lain untuk patuh, langkah terbaik adalah menjauh dari orang-orang tersebut. Mekanisme reward and punishment mungkin sekali untuk diterapkan. Kita tidak usah berbelanja di tempat-tempat yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Sebaliknya, kita hanya berbisnis atau berinteraksi dengan pihak-pihak yang memang taat saja. Sanksi sosial seperti ini bisa jadi dapat meningkatkan disiplin sosial.

 

Kilas Balik Covid-19

Covid-19 memang benar-benar luar biasa. Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, sebuah makhluk sangat kecil berukuran sekitar 125 nanometer namun bisa menyebabkan kematian. Covid-19 ditandai dengan munculnya gejala batuk pilek, flu, demam, gangguan pernapasan, namun ada juga yang tidak nampak/muncul gejalanya, dan dalam kondisi parah bisa menyebabkan gagal napas dan berakhir pada kematian. Penularannya melalui droplets atau percikan batuk atau bersin. Virus ini dapat berpindah secara langsung melalui percikan batuk atau bersin dan napas orang yang terinfeksi yang kemudian terhirup orang sehat. Virus juga dapat menyebar secara tidak langsung melalui benda-benda yang tercemar virus akibat percikan atau sentuhan tangan yang tercemar virus. Virus bisa tertinggal di permukaan benda-benda dan hidup selama beberapa jam hingga beberapa hari, namun cairan disinfektan dapat membunuhnya.

 

COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus Corona. Kasus pertama penyakit ini terjadi di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah itu, COVID-19 menular antar manusia dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Penyebarannya yang cepat membuat beberapa negara menerapkan kebijakan pemberlakuan lockdown untuk mencegah penyebarannya. Di Indonesia, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran virus ini.

 

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan seperti flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia hingga menyebabkan kematian.

 

Semoga kita semua bisa taat dan mematuhi semua protokol kesehatan, karena hanya itu yang bisa menjamin kita semua selamat dari wabah ini.

 

HENDRIKUS PURNOMO




Bagikan :