Uskup Timika: Kebijakan Kadis Pendidikan 'Membunuh' Generasi Mimika
Bagikan :

Papua60detik - Sekolah Dasar Katolik pertama berdiri di Kokonao pada 1927, selisih 18 tahun dengan proklamir Indonesia merdeka. Itu bukti betapa panjang sejarah Gereja Katolik mendidik dan mencerdaskan anak-anak asli Papua, khususnya di Mimika.

Dalam perkembangannya, YPPK Tillemans, yayasan pendidikan di bawah Keuskupan Timika kini memiliki kurang lebih 50 sekolah, dari PAUD hingga SMA

Uskup Timika, Mgr John Philip Saklil Pr menyebut, siswa mencapai belasan ribu, 90 persen adalah anak-anak lokal Mimika.

Sebagian besar sekolah YPPK Tillemans memang berdiri di kantong-kantong masyarakat lokal, khususnya di pesisir.

Kiprah lembaga keagamaan dan swasta menyelenggarakan pendidikan, menurut Uskup John, karena pemerintah belum siap mengakomodir pendidikan bagi semua anak bangsa.

Pemerintah Indonesia selama ini juga membantu berupa sarana dan guru-guru. Pemerintah tahu pasti, sekolah swasta di tanah Papua, khususnya di kantong-kantong masyarakat lokal terisolir tidak mampu membiayai diri sendiri.

Tak selang lama ke belakang, Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jeni O Usmani mengeluarkan pernyataan dan kebijakan, menarik seluruh guru PNS dari sekolah swasta pada tahun ajara baru 2019.

Di satu sisi, tugas mencerdaskan bangsa memang tugas negara, itu diatur di dalam konstitusi. Tapi di sisi lain, kebijakan itu punya dampak besar bagi kelanjutan pendidikan anak-anak asli Mimika.

Dampak dari kebijakan menarik guru PNS, kata Uskup John, akan ada banyak sekolah swasta yang tutup khususnya di luar kota karena tidak lagi mampu menyelenggarakan pendidikan tanpa support pemerintah.

Uskup John mengaku kecewa. Pihak Keuskupan yang punya history dan story panjang kiprah di dunia pendidikan sama sekali tidak diajak bicara dalam pembuatan kebijakan itu.

Bukan tutupnya sekolah itu yang ia gelisahkan, tapi bagaimana nasib dan masa depan ribuan anak asli Mimika yang dididik di YPPK Tillemans khususnya di luar Kota Timika.

"Pertanyaan saya, apakah pemerintah sudah mampu dan telah siap mengakomodir sekolah bagi ribuan anak didik. Mengapa pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan resmi dan secara bertahap serta membuat kesepakatan antara para pihak untuk mengambil alih dan bertanggung jawab atas keselamatan generasi bangsa," tanya Uskup John saat konferensi pers di Kantor Keuskupan Timika, Jalan Cenderawasih, Senin (15/7/2019)

Pendidikan adalah hak dasar setiap anak, itu hak yang asasi dan tak bisa ditawar-tawar. Membuat kebijakan yang pada akhirnya membuat ribuan anak tak bisa sekolah, bagi Uskup John, adalah kejahatan kemanusiaan.

"Itu termasuk satu kejahatan, mau membunuh generasi Mimika," kata Uskup John.

Sejauh ini, jalur pendidikan formal memang masih jadi jalan utama emansipasi manusia. Hanya dengan basis pendidikan, anak-anak asli Mimika bisa menjadi tuan di atas tanahnya sendiri.

Jika benar, kebijakan Kadis Pendidikan Mimika membuat sekolah swasta di kantong-kantong masyarkat lokal Mimika tutup dan anak-anak di sana tak lagi bisa sekolah, maka tudingan Uskup John tak meleset jauh. Kebijakan itu jelas mencabut hak dasar anak atas pendidikan.

"Kehancuran pendidikan di Mimika sama dengan kehancuran daerah Mimika, kehancuran orang asli Mimika," kata Uskup John. (Burhan)
Video Terbaru