Data Akurat Kunci Pengentasan Kemiskinan, Mimika Punya?

- Papua60Detik

Tim Ahli Sinergi Utama, Agung Kresna Bayu, foto: Martha/ Papua60detik
Tim Ahli Sinergi Utama, Agung Kresna Bayu, foto: Martha/ Papua60detik

Papua60detik - Angka atau data kemiskinan paling sering jadi sorotan karena mencerminkan kondisi hidup masyarakat.

Tim Ahli Sinergi Utama, Agung Kresna Bayu mengatakan, data kemiskinan juga menjadi salah satu cara untuk megentaskan kemiskinan. Data valid memudahkan program tepat sasaran dan tidak terjadi tumpang tindih. 

Ia menjelaskan, saat ini data kemiskinan dihitung merujuk pada Peraturan Bappenas Nomor 7 Tahun 2025 tentang Data Terpadu Ekonomi Nasional (DTSEN). Di dalam DTSEN ada tiga sumber utama data yaitu Regsosek (Registrasi Sosial Ekonomi) dari BPS, Data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dan PTKS dari Dinas Sosial. 

Namun jadi pertanyaan, mengapa BPS menghitung data kemiskinan berdasarkan pengeluaran, sementara Kemensos mengambil data dari pendapatan. Agung menjelaskan, BPS menghitung pengeluaran karena masyarakat Indonesia lebih jujur ketika ditanya pengeluaran dibanding pendapatan. 

Sementara Kemensos menggunakan pendapatan untuk keperluan bantuan sosial yang bersifat sektoral. 

"Tapi memang pendapatan maupun pengeluaran semua sama-sama sebenarnya tinggal kita bisa untuk melakukan verifikasi tadi. Kita punya data rujukan misalkan untuk menghitung apakah itu valid atau enggak," ujar Bayu saat diwawancarai, Senin (06/10/2025). 

Namun, menariknya data kemiskinan seringkali digunakan di ranah politik. Angka kemiskinan sensitif dan bisa memengaruhi citra pemerintah atau pejabat tertentu. Kata Agung, apabila menggunakan metode pengeluaran, angka kemiskinan bisa terlihat lebih tinggi, maka digunakan metode lain, seperti pendapatan, angkanya bisa berbeda, bahkan bisa lebih rendah.

"Jangan-jangan angka kemiskinan tuh angka politis, karena ini angka paling gampang untuk cari elektabilitas. Kalau dengan pengeluaran kelihatan tinggi, pakai metode lain dengan pendapatan. Sehingga ini selalu ada keberpihakan dengan kemiskinan dan verifikasi," terangnya. 

Agung juga menyoroti bagaimana Pemerintah Daerah sering memberikan bantuan langsung atau yang ia sebut 'program sinterclause'. Menurutnya, bantuan tunai kurang efektif.

Ia pun menyarankan agar bantuannya harus ke arah program produktif, misalnya dengan kewirausahaan. 

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Nasional, Aditya Hera Nurmoko menegaskan, pengentasan kemiskinan akan tercapai apabila data sudah sinkron di setiap lembaga. Di kabupaten Mimika sendiri data kemiskinan belum valid. Oleh karena itu ke depannya Aditya berharap, sinkronisasi data harus jelas, sehingga langkah dan monitoring lebih jelas. 

"Ini kita tidak tahu, yang miskin siapa, orangnya di mana. Kalau dari segi pengeluaran, kadang-kadang saya tidak sampai 30 ribu, apakah saya juga miskin? Kan, belum tentu," tutupnya. 

BPS mencatat, masyarakat Mimika yang tergolong dalam kemiskinan ekstrem sebesar 5,37 persen dan yang miskin 14,18 persen. (Martha)




Bagikan :